Senin, 26 Januari 2015

Berbalik Menjauh

Diposting oleh Girl in the Rain di 19.56
Tak semua yang kau baca itu tentang aku.~

                Pertemuan ini resmi dimulai, sebenarnya tak ada aba-aba resmi untuk pertemuan mingguan ini. Kami berempat duduk di meja ini dengan segelas minuman yang kami pesan masing-masing, dan selanjutnya akan kami hadapi selama berjam-jam yang akan datang sambil mengobrol.
                Pertemuan ini dihadiri oleh empat orang terhitung denganku, seorang perempuan teman dekatku, seorang laki-laki yang selalu berpikir bahwa dirinya keren, dan seorang lagi laki-laki yang berperawakan misterius yang selalu menjadi magnetku. Sebenarnya aku tak terlalu mengambil bagian dalam pertemuan ini, aku lebih banyak diam dan terkadang ikut tertawa ketika mereka membicarakan hal lucu; aku layaknya hanya sebagai aksesoris.

                Aku ingat saat pertama kali bertemu dengan mereka, saat itu temanku bilang bahwa dia akan menemui seorang yang sangat penting bagi hidupnya. Dia yang mengenalkanku dengannya, tanpa dia tahu bahwa diam-diam sebenarnya aku mulai mendekap bayangnya.
                Kesan pertama, saat aku melihatnya; dia menarik, misterius, pintar, dan wawasannya luas. Dia.. sempurna, setidaknya di mataku. Aku tak sadar jika sejak itu aku mulai mengaguminya dan candu akan dirinya.

                Setengah jam pertemuan ini sudah berlangsung aku masih asik dengan diamku dan sesekali mencerna kata-kata yang mereka bicarakan, sebenarnya dalam pertemuan ini yang banyak bicara hanya teman perempuanku dan pria sok keren itu. Dia lebih banyak diam, mengangguk, tersenyum, dan sesekali menimpali jika ada sesuatu yang menarik hatinya. Jangan tertawa, tapi memang aku hampir hapal dengan gerak-geriknya. Itulah alasanku di sini setelah pertemuan pertama kami, untuk melihat wajahnya, mendengar suaranya, dan merekam gerak-geriknya untuk dijadikan bingkisan terindah di malam menuju mimpi.
                Aku tahu, teman perempuanku juga sedang menyukainya. Walau sebenarnya aku tak pernah mendengar dari mulutnya sendiri. Tapi aku cukup sadar untuk membaca gerak-gerik, perhatian, dan caranya memandang laki-laki itu. Aku tahu benar.
                Lihat sekarang malah aku yang kecanduan akan laki-laki itu. Dia yang indah, mengagumkam, dan pintar. Dan inilah masalahnya dia terlalu jauh dariku hingga aku terlalu sulit untuk merengkuhnya. Hanya bayangnya yang dapat ku gapai tanpa jiwa maupun raga, semakin aku mencoba untuk berlari padanya hanya luka yang kudapat, aku lelah dan frustasi dengan diriku sendiri.
                Kadang aku berpikir kenapa aku menjadi seorang yang seperti ini? Terlalu pendiam, sukar berhubungan dengan orang lain. Sometimes I am being hating  myself! Kenapa aku tak bisa berubah normal seperti orang lain, walaupun sebenarnya aku mampu. Aku ingin menjadi orang yang biasa-biasa saja yang dapat diterima orang lain, yang dapat diterima olehnya.
                Tapi sebenarnya dia tak pernah melihatku seperti orang-orang lain yang menganggabku aneh. Dia biasa saja, dia tersenyum, berbicara, dan memandang ku seperti orang lain. Sudah ku bilangkan dia mengagumkan?
                Tak seperti pria sok keren yang duduk disebelahnya, yang sebenarnya dalam pertemuan-pertemuan kami hanya dia yang mengambil alih pembicaraan dengan hal-hal yang dia ucapkan secara berlebihan, aku akui dia memang tau tentang ini-itu, tapi kata-kata yang dikeluarkannya terlalu pahit untuk ditelan mentah-mentah. Terlalu tajam lidahnya untuk berbicara. Mungkin hatinya juga mati rasa, karena terkadang dia tak hirau jika kata-katanya melukai hati orang lain.

                Satu jam pembicaraan ini mengalir seperti biasanya, aku tak terlalu menanggapi apa yang mereka bicarakan walau sebenarnya ada beberapa hal yang lebih aku tahu tentang  topik pembicaraan mereka. Aku terlalu takut untuk mengeluarkan suara.

                Dia. Seorang yang misterius itu adalah fokusku setelah satu jam itu. Aku tak luput untuk memandang senyum manisnya yang membuat wajah misterius itu menjadi imut seperti anak kecil. Merekam setiap jengkal wajahnya yang selalu ku sukai, dagunya yang selalu menjadi fokus tersendiri, dan untuk menggenggamnya erat, membekukannya dalam hati sebagai kenangan terindah.
 Aku hanya ingin merekam suara, senyum, dan gerak-geriknya untuk terakhir kali. Dan berjanji tidak akan menemuinya lagi, setelah ini. Untuk menyimpan perasaan ini sendiri, aku tahu menghindarinya akan sulit. Tapi tak apa aku akan melakukannya, karena aku sadar persahabatanku lebih penting, karena aku sadar dia terlalu jauuh untuh ku raih. Dan aku memilih untuk MUNDUR...

20 Januari 2015  

0 komentar:

Posting Komentar

 

Girl in the Rain Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos