Sabtu, 21 Februari 2015

Stuck on You part 4

Diposting oleh Girl in the Rain di 04.10
POV Orang Ketiga

                Pukul setengah delapan Shilla sudah siap dengan pakain yang dia pikir tepat untuk dinner santai maupun formal.
                Otaknya penuh sesak dengan pertanyaan apa sebenarnya yang diinginkan Cakka, kenapa dia menjadi berbeda? Apa dia terlalu berlebihan menghindarinya?
                Bel rumah berbunyi dan sepertinya mamanya telah membukakan pintu. “Shill, udah ditunggu Cakka.” Kata mama Shilla sambil mengetuk pintu kamar putrinya. Shilla tak menjawab tapi sebagai gantinya dia segera keluar dari kamar dan berjalan turun menuju ruang tamu.

                “Langsung aja ya? Nanti keburu kemalaman.” Kata Cakka saat Shilla menghampirinya. Shilla membalasnya dengan mengangguk.
                Cakka membukakan pintu untuk Shilla dan segera duduk di kursi kemudi. Di perjalanan tak satupun yang angkat bicara mereka berdua asik bergeming dengan pikiran masing-masing, suasana canggung ini sangat kental. Hingga rasanya udara di sekitar mereka dapat diiris dengan pisau.
                Shilla tak tau kemana ia akan dibawa, mereka sudah melewati perkotaan tapi tak satupun restoran atau warung yang dimasukinya, namun setelah taman kota mobil itu melaju masuk ke dalam salah satu kompleks. Shilla tak berani bertanya apapun pada Cakka, karena Cakka sejak tadi seperti terlihat enggan dengannya.
               
                Setelah tak berapa lama memasuki kompleks itu, mobil itu berhenti di salah satu halaman rumah. Cakka mendahului turun dan segera membukakan pintu untuk Shilla. “Maaf aku enggak bilang kamu dulu. Hari ini mama aku ulang tahun, kita makan malam di rumahku kamu gapapa kan?” tanyanya kemudian. Shilla mengangguk dan tersenyum, tentu saja itu tidak apa-apa sudah lama Shilla tidak bertemu dengan Tante Ida , mama Cakka itu adalah seorang ibu yang baik beliau juga salah satu teman dekat mamanya.
                “Selamat Ulang Tahun tante.” Ucap Shilla sambil memeluk Tante Ida saat beliau menyambutnya di ruang tamu. “Ya ampun, ini Shilla? Udah tinggi banget ya sekarang, tambah cantik lagi.” Jawab mama Cakka. “Ah.. bisa aja tante.” Jawab Shilla sambil tersenyum. “Cakka sering cerita tentang kamu lho Shill, emang bener ya sekarang kamu jadi cantik banget.” Ucap beliau. Shilla sedikit tersipu saat mendengar ternyata Cakka sering menceritakannya kepada Tante Ida
                Mereka bertiga kemudian menuju ruang makan, di sana sudah tersaji beberapa makanan, yang ternyata dimasak sendiri oleh Tante Ida.
                “Makasih ya Shilla, udah mau dateng ke sini. Tante seneng banget ada temennya ngobrol sesama cewek, di keluarga ini kan tante yang cantik sendiri.” Ucap Tante Ida diiringi tawa setelah mereka selesai makan.
                “Hehe iya tante, saya juga seneng kok bisa kumpul-kumpul lagi. Omong-omong Om Gub kemana tante?”
                “Oh papanya Cakka hari ini baru ada tugas di luar kota, jadi dia enggak bisa ikut ngerayain ulang tahun tante.” Kemudian mereka asik melanjutkan obrolan mereka.

***
                Pagi hari kemudian, semua berjalan seperti biasa, hanya saja ada yang terasa asing dan mengganjal; sikap Cakka. Dia begitu berbeda setelah makan malam semalam, dia seperti orang yang sama sekali tak mengenal Shilla. Cakka tak pernah lagi mencoba untuk mengajaknya makan di kantin seperti biasa, tak pernah menawarinya untuk pulang bersama, tak pernah duduk di kursi Angel saat Angel latihan paduan suara. Semua menjadi aneh, walaupun hanya Cakka yang berubah tapi bagi Shilla semuanya yang berubah. Apa dia mulai terbiasa oleh Cakka? Ia tak mengerti tapi rasanya ia tak rela jika semuanya tiba-tiba berubah.

                Semua itu tak hanya terjadi satu hari maupun dua hari, semua itu sudah berlangsung selama seminggu. Shilla seperti kehilangan setengah dari jiwanya. Waktunya banyak ia habiskan untuk melamun, Angel hingga bosan sendiri jika Shilla mulai tidak konsentrasi jika diajak bicara.
                “Kamu ada apa sih Shill? Akhir-akhir ini nyawa kamu itu kayak enggak pada tempatnya, kamu sering ngelamun.” Tanya Angel.
                “Emm.. enggak kok. Emang aku ngelamun terus ya?” hanya jawaban bodoh itu yang dia katakan pada Angel. “Iya. Kalau ada masalah kamu kan bisa cerita sama aku, jangan dipendem sendiri gitu.” Shilla diam sejenak menimang-nimang.
                “Ngel, gimana perasaan kamu, kalau orang yang kamu suka tiba-tiba ngehindari kamu? Dan setelah kamu pikir-pikir ternyata dia ngehindar dari kamu juga karena kesalahan mu?” kata Shilla kemudian.
                Angel diam sejenak, sepertinya ia mengerti maksud dari ucapan Shilla. Dia tahu orang yang Shilla maksud adalah Cakka. “Aku pasti akan merasa frustasi, dan nyalahin diri aku sendiri.” Jawabnya kemudian.
                “Terus kamu bakal ngapain?” Angel diam sebentar--berpikir. “Aku enggak tau, mungkin aku akan milih diam aja tenggelam dalam rasa bersalah atau .. mungkin aku bakalan menyatakan perasaan ku pada orang tersebut.” Shilla diam, wajahnya terlihat gamang. Diam saja dalam rasa bersalah.. sepertinya itu yang sedang ia lakukan sekarang. Apa ia harus menyatakan perasaannya pada Cakka? Tapi itu sungguh tak mungkin, ia tak punya keberanian untuk melakukan itu.
                “Makasih Ngel. Udah mau dengerin curhatanku.” Kata Shilla setelah otaknya tenang, setidaknya ia sudah merasa lega karena telah mengatakan beban pikirannya pada orang lain.

*
                Waktu terus berjalan, Shilla masih dengan keputusan diamnya dan perlahan-lahan mencoba untuk ikhlas dengan apa yang telah terjadi. Cakka tak berubah dia masih menjadi sosok asing bagi Shilla ia tak pernah lagi mengirimi pesan maupun berbicara panjang padanya. Tapi perasaan hampa itu masih saja bergelantung di sisi hati Shilla.
                “Shill dicariin kak Gabriel tu.” Kata Angel saat Shilla asik memainkan ponselnya. Shilla sontak tersenyum mendengar nama itu disebut. Gabriel adalah kakak kelas Shilla dan sekaligus tetangganya. Mereka sudah sejak kecil berteman baik, mereka selalu masuk di SD, SMP, dan sekarangpun mereka di SMA yang sama. Sebenarnya umur mereka sama hanya saja Gabriel lebih cepat setahun saat masuk SD, sehingga Shilla tak memanggilnya Kak karena sejak kecil Gabriel sendiri yang ngotot enggak mau dipanggil kakak oleh Shilla.
                “Ke kantin yuk Shill.” Ajak Gabriel ketika Shilla menghampirinya di depan kelas. Shilla membalasnya dengan mengangguk dan tersenyum.
                Orang yang tak tau jika ternyata Shilla dan Gabriel adalah teman sejak kecil pasti sudah mengira jika mereka adalah sepasang kekasih. Kenapa tidak? Beberapa hari ini mereka menjadi semakin dekat. Mereka sering berangkat dan pulang sekolah bersama maupun ke kantin bersama.

**
                “Shill, sebenernya kamu ada apa sih sama kak Gabriel? Kayaknya kalian lengket banget sekarang.” Tanya Angel saat mereka pulang. Shilla yang mendengarnya seperti menahan tawa, ia geli sendiri menebak-nebak apa yang sedang dipikirkan oleh Angel.
“Kamu pikir aku ada apa sama Gabriel? Jangan aneh-aneh deh, dia kan temen kecilku, aku itu udah nganggeb Gabriel kayak kakak kandung aku sendiri.” Hanya hening Angel terlihat tidak percaya dengan jawaban yang didengarnya.
                “Beneran? Tapi kalo aku lihat, kak Gabriel mandang kamu itu enggak cuma sebagai adek kecilnya atau temen masa kecilnya. Dia itu mandang kamu sebagai cewek; sebagai orang yang ia sukai.” jawaban mengejutkan itu membuat Shilla berpikir lebih panjang.
“Shill, tapi kalo emang bener tebakanku ini; kalau kak Gabriel emang beneran suka sama kamu dan kamu sama sekali enggak punya perasaan sama kak Gabriek, sebaiknya kamu jangan ngasih harapan yang berlebihan deh sama kak Gabriel, kasihan dianya.” lanjut Angel kemudian.
“Iya Ngel aku tahu kok.” Jawab Shilla kemudian. Ia mulai sadar sepertinya ia tak terlalu peka terhadap perubahan Gabriel, sebenarnya memang terlihat perubahan pada sikap Gabriel akhir-akhir ini dia lebih dewasa jika dengannya. Sepertinya hatinya tidak bisa membaca akan tanda-tanda itu; hatinya sudah dibutakan oleh satu nama itu; Cakka, hingga ia tak melihat apapun lagi di hati dan di matanya.

**
Seminggu kemudian, masih saja Shilla terpikirkan oleh Cakka. Ia rindu saat mereka berkirim pesan, saat mereka pulang bersama. Bagaimanapun melupakan sesuatu yang sudah mulai melekat bukanlah hal yang mudah. Tak sadar ia mulai menghela nafas berat yang sudah ke sekian kali  dilakukannya.
“Kamu ada apa sih Shill? Kayaknya ada yang dipikirin gitu.” tanya Gabriel yang sadar akan tingkah Shilla, saat mereka pulang bersama waktu itu. Shilla tersadar akan lamunannya, lalu menggeleng untuk memberi jawaban.
“Enggak kok Iel, Cuma banyak tugas aja. Bingung nanti mau mulai ngerjain dari mana.” Kata Shilla berbohong untuk menutupi gejolak hatinya. “Aku bantuin gimana? Gini-gini aku juga bisa kok ngerjain tugas kelas sebelas.” Ucapnya sambil tersenyum manis pada Shilla.
Shilla menggeleng lagi dengan tersenyum. “Enggak usah, aku bisa sendiri kok. Kamu kan udah mau Ujian Akhir.” Gabriel hanya tersenyum mengalah.

Sore itu sepulang sekolah mereka mampir makan siang dulu di salah satu restoran. Sebenarnya ini tidak asing, karena mereka sudah kerap sekali melakukan rutinitas ini.
“Shill, aku mau bilang sesuatu sama kamu.” Kata Gabriel ketika mereka sudah selesai makan dengan ekspresi serius. Seketika suasana diantara mereka menjadi sedikit canggung. Shilla terlihat seperti sedikit berantisipasi, sepertinya ia mengerti apa yang akan terjadi.
“Mm.. aku pengen ngaku sama kamu.” Gabriel diam sesaat sepertinya ia sedang mengumpulkan keberaniannya. Setelah berdehem sekali lalu dia melanjutkan. “Shill, sebenernya aku suka sama kamu.” Wajahnya terlihat tegang ketika kata-kata itu berhasil keluar dari mulutnya.
Shilla hanya bergeming, suasana diantara mereka semakin canggung, mereka berdua diam menggantung. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing dan bersiap mengantisipasi apapun yang akan terjadi.
“Maaf .. tapi aku enggak bisa nerima perasaan kamu.” jawab Shilla kemudian. Raut wajah Gabriel terlihat kaget. “Bukan karena aku enggak suka kamu. Aku suka kamu, aku sayang kamu tapi sebagai kakak. Aku udah nganggeb kamu itu sebagai kakak kandung aku.”
Shilla diam sesaat menerawang dan menarik nafas. “Hubungan itu enggak akan berjalan baik, jika kedua pihak tak saling suka kan?” Katanya kemudian. Gabriel menghela nafas kemudian mengangguk tanda mengerti.
“Sekali lagi aku minta maaf ya Iel.” Bersambung

0 komentar:

Posting Komentar

 

Girl in the Rain Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos