Aku terbangun masih dengan bayangan itu di sampingku. Dia tak hanya di mimpiku dan aku mulai menyadari itu.
Dia adalah bayangan yang ku gores sedikit demi sedikit oleh ilusi ku
sendiri, bayangan yang terlalu sering di gambar hingga membekas dan
berlekuk membentuk serupa pemilikya.
Bayangan yang hingga kini tak
lelah mempermainkanku dan tak lelah memaksaku bermimpi tentangnya hingga imajinasi
ku penuh dengan bayangan semu itu.
Aku tak pernah tau benar pemilik bayangan itu, aku hanya memiliki
bayangannya tanpa jiwa maupun raganya. Aku hanya merasakan dingin tubuh dari
bayangan itu tanpa ku tahu pasti seberapa hangat tubuh pemilik bayangan itu.
Bayangan yang tak sengaja kuciptakan dua tahun yang lalu. Yang hanya
kubutuhkan untuk melarikan diri. Hingga aku tak sadar bayangan itu mulai
menetap di dasar hatiku, tanpa ku prediksi sebelumnya.
Dan aku sadar pemilik bayangan itu tak pernah sekalipun menengokku yang
telah lama menyimpan bayangan miliknya. Aku sendiri di sini; tanpa siapapun dan
lelah bermain dengan fantasiku sendiri.
Waktu terus berjalan, hingga bayangan itu tanpa kuduga telah
mengacaukan segalanya, dia mempermainkanku. Aku lelah berkejar-kejaran
dengannya. Aku lelah dipermainkan oleh mimpiku sendiri. Aku lelah ilusiku
menguasai segalanya.
Bayangan itu semakin lama seperti pemiliknya. Dia mulai menghindariku,
semakin aku melangkah maju untuk mengejarnya dia selalu berhasil untuk berlari
menjauh. Tapi seberapa jauh aku menghindar, bayangan itu selalu ada di depan
mataku. Bayangan itu tak mau hilang.
Sakit. Aku frutasi dan bingung dengan diriku sendiri. Aku terkapar oleh
permainan yang kubuat sendiri. Aku lelah hingga rasanya aku habis daya untuk
mengahadapi bayangan itu.
Dia magnet yang terlalu kuat. Memang aku yang salah, karena dulu telah
membuatnya seperti itu. Aku yang membuat diriku sendiri selalu tertarik
olehnya, aku memang bodoh! Aku yang salah, pemilik bayangan itu tak sedikitpun
pantas untus disalahkan.
Aku tak bisa berjalan mundur, karena bayangan itu selalu berhasil menarikku
untuk maju, seakan memberikan harapan-harapan semu. Bayangan itu terlalu liar
hingga aku tak bisa mengendalikannya sendiri. Aku lelah sungguh. Aku hanya
ingin menyerah.
Aku hanya ingin menutup mata, agar bayangan itu tak terlihat lagi di
mataku. Aku hanya ingin berjalan mundur, agar bayangan itu dapat diam di tempat.
Aku hanya ingin melupakan bayangan itu dan pemiliknya agar aku tak tersiksa
lagi.
Aku menyerah...
22 Januari 2015

0 komentar:
Posting Komentar