Jumat, 20 Maret 2015

Blinded

Diposting oleh Girl in the Rain di 08.00

  Andai aku tak pura-pura buta sejak dulu pasti semua tidak menjadi seperti ini…

Aku ingat saat pertama kali mengenal laki-laki itu, sosoknya yang baik dan ramah itu mampu melelehkan sikap dinginku. Awal yang canggung, karena aku orang yang sulit berkomunikasi dengan lelaki, tapi senyum dan sapanya yang meluluhkan mampu membiusku menjadi sosok yang utuh.

Waktu terus berlalu. Setahun tak terkira kami saling mengenal, dia banyak tahu tentang aku. Entah kenapa aku bisa mempercainya tentang cerita-cerita yang biasanya hanya kusimpan sendiri. Tapi sejak pertemuan pertama kami aku bisa mendefinisikan bahwa aku mengaguminya, aku suka wajah tampan dan senyum mempesona miliknya aku juga suka tubuh jangkung miliknya. Siapa yang tidak menyukai perawakannya yang begitu mempesona? Banyak kaum perempuan yang mengaguminya, aku tahu itu. Namun sikapnya yang biasa saja--yang tidak sok keren--itu yang membuatnya benar-benar terlihat keren di mataku.

Aku tidak tahu apakah kami memang ditakdirkan untuk bersama. Tahun berikutnya aku masih duduk di depannya seperti tahun kemarin. Dalam selang waktu setahun itu aku lebih mengenalnya, dia sosok yang baik kepadaku.
Aku ingat dia yang sering memotivasi dan memberiku nasehat untuk lebih semangat saat aku down, dia yang sering memujiku saat aku mendapatkan nilai bagus atau atas ide yang tercetus dari otakku. Dia yang sering mengorbankan diri atau lebih tepatnya mengalah hanya untuk memberikan satu hal kepadaku. Aku tidak tahu apakah itu yang membuatku merasakan perasaan yang lain setelah beberapa waktu itu. Dan sejak itu aku rasa aku menyukainya.

Aku sangat senang ketika tiap pagi dia memberi senyum sapa saat aku datang, senang caranya memperlakukanku dan perhatian-perhatiannya. Hingga aku buta—tak mau tau apapun tentang segala hal tentang dia dan orang lain akupun juga mulai tak memikirkan bahwa aku bisa terjatuh dengan terus seperti itu.

 Dia sering memberiku tumpangan saat pulang sekolah. Seperti hari itu, aku hampir hafal gerak-geriknya;  sesaat sebelum bel pulang berbunyi dia akan buru-buru mengemasi barangnya dan setelah bel berbunyi dia bergegas mengenakan tasnya dan mengajakku pulang bersama. Walaupun barang-barangku masih berceceran di mana-mana, tapi dengan sabar dia akan menungguku mengemasinya. Dan sejak rutinitas itu dimulai sepertinya aku salah menafsirkan apa yang terjadi antara aku dan dia.

Aku tak pernah membayangkan jika kemungkinan terburuk itu akan terjadi. Saat itu aku menolak ajakannya untuk pulang bersama karena harus menyelesaikan tugas dari grup jurnalistik.
Saat aku melewati koridor samping lapangan parkir, aku melihat sosok lelaki itu bersama seorang perempuan. Aku mengenal perempuan yang sedang berdiri di depannya itu. Dia teman sekelasku, tempat duduknya tepat di samping lelaki yang selama ini ku kagumi. Mereka tertawa bersama, entah apa yang sedang mereka bicarakan.
Saat melihat itu aku merasa ada batu yang tertahan di tenggorokanku, hingga nafasku terasa sesak. Aku tak pernah melihat dia seperti itu--aku tak pernah melihat dia tertawa lepas seperti itu bersama perempuan. Dan saat itu aku sadar bahwa aku cemburu dengannya, ada rasa kecewa dan marah. Namun tiba-tiba kenyataan menyentakku--aku sadar aku bukan siapa-siapa baginya.

Seminggu setelah kejadian itu aku menghabiskan waktu untuk menyadari kebodohanku selama itu. Aku baru sadar jika sebenarnya lelaki itu memang baik kepada siapapun, dia memang ramah dan sering menebarkan senyum-sapa pada siapa saja yang ia kenal. Sikapnya yang dia tujukan padaku bukanlah hal istimewa karena dia juga melakukan hal yang sama kepada orang lain. Aku salah mengartikan kebaikannya, aku yang salah karena terlalu berharap dengannya.

Karena setelah seminggu dari kejadian itu aku mendapat pukulan pahit; dia—orang yang kusukai berpacaran dengan wanita yang kulihat seminggu lalu.

Dan. Sekarang aku terjatuh. Sendirian. Tenggelam dalam kesalahanku…


14 Maret 2015

0 komentar:

Posting Komentar

 

Girl in the Rain Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos