Sabtu, 21 Februari 2015

Stuck on You part 5 (END)

Diposting oleh Girl in the Rain di 04.24
Sabtu, tepatnya dua hari setelah kejadian pernyataan perasaan Gabriel pada Shilla. Shilla terpaksa harus izin tidak masuk sekolah. Asma nya kambuh, dia tahu ini pasti karena kelelahan berfikir dan kecapeannya akhir-akhir ini. Memang jika ia terlalu berat memendam pikiran fisiknya tak mau berbohong jika pemiliknya sedang lelah.
                Setelah pergi ke dokter, seharian itu Shilla beristirahat di kamarnya. Sebenarnya ia ingin bersekolah, ia rindu mencuri-curi pandang pada Cakka walau sebenarnya Cakka tak pernah sekalipun menoleh kepadanya. Dan dia cuma bisa berangan-angan tentang bayangnya.

*
                Minggu pagi, kali ini Angel meluangkan waktunya untuk jogging di taman kota. Ia sedang usaha menurunkan berat badan.
                “Tumben di sini? Kayaknya aku jarang lihat kamu jogging di sini.” Kata seseorang yang tiba-tiba duduk di samping Angel. Angel menoleh untuk melihat siapa pemilik suara itu. Cakka.
                “Oh, ini .. lagi pengen aja hehe. Jarang-jarang juga jogging. Kamu sering ke sini?”
Cakka mengangguk. “Rumahku enggak terlalu jauh dari sini.” Lanjutnya. Setelah itu mereka hanya saling diam.

                “Shilla ... gimana sekarang sama Gabriel?” kata Cakka ragu. Wajahnya terpasang ekspresi antisipasi. Sebenarnya selama ini ia selalu memperhatikan Shilla, begitu pula kedekatan Shilla dengan Gabriel. Cakka tau jika mereka sering berangkat dan pulang sekolah bersama, pergi ke kantin bersama. Semuanya dia tahu. Tapi dia tidak tahu apa hubungan mereka sebenarnya. Dia ingin tahu tapi dia tak siap menanggung resikonya.
                “Mereka enggak ada apa-apa.” Jawab Angel kemudian. Cakka terlihat terkejut tapi sorot matanya terlihat mulai tenang. “Shilla ...” suara itu menggantung, Angel terlihat bimbang untuk mengatakannya. Setelah sekali menghela nafas ia akhirnya memutuskan untuk melanjutkannya. “Shilla enggak ada perasaan apa-apa sama kak Gabriel. Shilla udah nganggeb kak Gabriel itu sebagai kakak kandung dia sendiri.” Angel diam sesaat. “Aku enggak tahu apa hak aku ngomomg gini tapi cuma satu tujuan ku; aku pengen bantuin Shilla. Denger aku Kka..” kata Angel dengan menatap Cakka menandakan kesuhguhan apa yang akan dia ucapkan.
                “Shilla itu sukanya sama kamu.” Cakka tak bisa lagi menyembunyikan keterkejutannya. Ia dengan spontan menoleh ke arah Angel. “Aku enggak tau, kenapa Shilla sebodoh itu. Kenapa dia dulu malah ngehindarin kamu dan milih ngehindarin gosipan anak-anak tentang kalian--sampai akhirnya dia sendiri yang menyesal.” Cakka tergugu, ia baru sadar jika ternyata kedekatan mereka dulu bisa membuat Shilla tersiksa seperti itu dan lebih lagi malah dia yang meninggalkan Shilla sendiri menghadapi itu semua.
                “Sekarang Shilla di mana? Kayaknya kemarin aku lihat dia enggak masuk.” Tanya Cakka kemudian. “Dia sakit. Tapi kayaknya hari ini dia udah baikan deh, soalnya tadi pagi dia bilang sama aku kalo pengen ikut jogging di taman kota.” Jawab Angel.
                “Yaudah Ngel, makasih banget karena kamu udah kasih tau semua jawaban yang selama ini jadi teka-teki di otakku.” Ucap Cakka kemudian. Angel mengangguk “Aku juga seneng asal kalian bahagia, enggak saling diem-dieman gitu.” Cakka tersenyum, ia benar-benar berterimakasih akan semua itu.

**
                Jam delapan malam, bel rumah Shilla berbunyi. Mama Shilla segera membukakan pintu dan mempersilahkan tamunya masuk. Tak berapa lama, pintu kamar Shilla diketuk.
                “Dicari Cakka, Shill. Kamu turun apa Cakka aja yang naik ke sini?” tanya mamanya. Shilla sedikit terkejut.

Ada apa tiba-tiba Cakka ke sini? Pikirnya saat dia menuruni tangga untuk menghampiri Cakka. Dia tidak bisa menebak-nebak maksud dan tujuan Cakka kemari, bukankah kemarin-kemarin Cakka masih sama; masih tetap menghindarinya—menganggabnya sebagai orang asing.
                Sesampainya di ruang tamu Shilla segera duduk, dia hanya diam karena merasa canggung dengan Cakka. “Kamu udah baikan?” tanya Cakka kemudian untuk memecah keheningan di antara mereka. Shilla mengangguk.
                “Aku mau ajak kamu ke suatu tempat.” kata Cakka. “Kemana?” jawab Shilla mulai biasa.
                “Nanti kamu juga tau. Tapi ... kamu udah bener-bener sembuhkan?” tanya Cakka dengan nada khawatir. Shilla mengangguk. Cakka malah beranjak berdiri dari kursinya menghampiri Shilla dan tiba-tiba saja menyentuh dahinya. Shilla yang merasakan sengatan tiba-tiba itu terkejut yang terlihat dari sorot matanya.
                Setelah Cakka memastikan bahwa Shilla memang benar dalam kondisi sehat dia mengangguk-angguk sendiri. “Yaudah kita berangkat sekarang. Kamu izin mama kamu dulu gih.” Lanjutnya.
                “Aku ... enggak perlu ganti baju dulu?”
                “Enggak usah, yang penting kamu pake jaket yang tebel.” Shilla mengangguk dan segera pergi ke kamarnya untuk mengambil jaket dan meminta izin mamanya.

                “Ma, aku mau keluar sebentar sama Cakka.” Izin Shilla kepada mamanya. Mamanya tersenyum. “Iya boleh, pulangnya jangan malem-malem, bawa inhaler kamu; buat jaga-jaga.” Shilla mengangguk dan memeluk mamanya tanda terima kasih.

                “Titip Shilla ya Kka, jangan pulang malem-malem.” Kata tante Wiwid; mamanya Shilla kepada Cakka saat beliau mengantar mereka menuju mobil. “Iya, tante. Saya bakal jaga Shilla kok.” Jawab Cakkka mantap.

*
               
                Setengah jam kemudian mereka tiba di tempat tujuan. Daerah ini agak jauh dari perkotaan. Ada taman dan lapangan yang biasanya di gunakan untuk olahraga dan bersantai oleh pengunjung. Shilla pernah mengunjungi tempat ini tapi tak pada malam hari seperti ini. Dia tidak tahu apa maksud Cakka membawanya ke tempat ini.
                “Ayo Shill, kita belum sampai.” Kata Cakka. Kemudian Shilla mengikuti Cakka dan berjalan di sampingnya. Mereka menaiki tangga yang tak jauh dari lapangan, berjalan menanjak menuju tempat yang seperti bukit jika dilihat dari bawah.
                Setelah tiba, Shilla terkagum-kagum terhadap apa yang dilihatnya dari atas sini dia dapat melihat kerlipan lampu jalanan dan lampu rumah-rumah yang berada di bawah sana. Sedangkan jika ia menengadah ke atas dia dapat melihat ribuan kerlip bintang yang bersinar. Cakka tersenyum melihat wajah Shilla. “Kamu suka tempat ini?” tanya Cakka kemudian. Shilla mengangguk senang. “Kok kamu tahu tempat kayak gini sih? Aku bahkan yang pernah ke taman di bawah sana enggak pernah tahu kalau malam, di sini ada tempat yang seindah ini.” Jawab Shilla.
                “Dulu aku sering ke sini sama anak-anak basket.” Jawab Cakka yang kemudian mengajak Shilla duduk di salah satu kursi yang menghadap lampu-lampu perkotaan.

                “Ini indah banget Kka. Makasih udah mau ajak aku ke sini, aku emang suka lihat bintang. Coba aja malam ini ada bintang jatuh kita bisa buat permohonan.” Ucap Shilla.
                “Apa permohonan yang kamu minta?” tanya Cakka penasaran. Shilla hanya memandang bintang di langit itu sambil tersenyum. “mm.. rahasia.” Jawab Shilla kemudian.
                Cakka ikut tersenyum dan mengikuti Shilla memandang langit. “Aku juga akan membuat permohonan.” Shilla menoleh ke arah Cakka, penasaran apa permohonan Cakka. “Apa yang kamu minta?” tanya Shilla.
                Cakka diam cukup lama dan Shilla pun tak mendesak atas jawaban itu, pertanyaan itu dibiarkannya menggantung beberapa saat. “Aku pengen kamu enggak ngehindarin aku lagi dan aku pengen kamu tetep di sampingku apapun yang terjadi.” Kata Cakka, yang sontak berhasil membuat Shilla terkejut.
                Cakka menolehkan wajahnya ke arah Shilla yang otomatis membuat mereka saling berhadapan. Mata mereka saling beradu. “Shill, apa kamu suka sama aku?” tanya Cakka kemudian. Shilla kembali terkejut, dia tak mampu berkata apa-apa lagi. Jantungnya mulai terpompa lebih cepat segala sesuatu di sekitarnya menjadi semakin kental, hingga rasanya ia susah untuk bernafas.
                Cakka masih menanti jawaban dari Shilla, sekalipun itu hanyalah anggukan atau gelengan. Ia ingin mendengar dari Shilla sendiri. Tapi tak ada reaksi apapun yang ditunjukkan Shilla. “Kalau kamu enggak bisa bilang kata-kata itu, aku yang akan bilang sama kamu.” Kata Cakka kemudian.
                “Aku suka sama kamu Shill.” Cakka diam sejenak. “Sebenernya aku udah suka kamu sejak pertama kali lihat kamu di SMA. Tapi, waktu kita sempet deket dulu, kamu seperti jaga jarak sama aku.” Ungkap Cakka. Shilla masih bergeming mulutnya sedikit membuka sepertinya ia ingin mengatakan sesuatu tapi ditahannya.
                “Selama kedekatan kita dulu aku udah coba untuk nunjukin ke kamu perasaanku. Aku pengen ngungkapin perasaan ku, tapi sebelum aku sempat bilang, kamu malah ngejauh dari hadapanku.” Lanjut Cakka. Shilla mulai membuka mulutnya, mengatakan kata-kata yang sempat tertahan tadi, “Tapi kenapa kamu nyuekin aku terus? Seakan-akan aku orang asing di matamu.”
                “Aku enggak bermaksud jadiin kamu orang asing. Aku cuma coba ngertiin sikap kamu; yang kayaknya enggak nyaman kalau sama aku.” Cakka terdiam. “Dan waktu kamu sempet deket sama Gabriel aku kira hubungan kalian udah serius. Jadi aku coba untuk menghapus kamu dari pikiranku, tapi sebenernya aku enggak bisa.” lanjutnya.
                Cukup lama mereka terdiam dan suasana masih menggantung. Shilla hanya diam berkelana dengan pikirannya sendiri, mencari jalan keluar akan perasaannya. “Apa kamu tahu? Saat kamu tiba-tiba ngehindarin aku, aku mulai sadar kalau aku juga kehilangan setengah dari jiwaku. Karena aku baru sadar, ternyata aku suka sama kamu.” Shilla berhenti sesaat untuk mengambil nafas. “Aku selalu enggak bisa berhenti mikirin kamu. Aku kangen chatting bareng sama kamu. Aku kangen semua itu hingga rasanya aku pengen putar waktu untuk bareng sama kamu lagi aku pengen memperbaiki semua kesalahanku waktu dulu—karena udah ngehindarin kamu.”
                Cakka kemudian menggenggam erat kedua tangan Shilla, ingin menyampaikan segenap perasaannya. “Maafin aku, atas semuanya Shill. Kita bisa bersama lagi. Kita enggak perlu dengerin apa kata mereka tentang kita, karena ini semua tentang kita berdua bukan tentang apa yang mereka inginkan.” Ucap Cakka. Shilla mengangguk tanda mengerti.
                “Kamu enggak perlu takut sama apa yang mereka katakan tentang kita—tentang aku dan kamu. Karena akan selalu ada aku di sampingmu.” Kata Cakka menenangkan Shilla. “Aku tahu Ka. Makasih, karena udah mau bilang semua kejujuran itu. Aku seneng akhirnya bisa berakhir seperti ini.” Jawab Shilla.
                “Iya. Kamu juga harus percaya sama aku, because I love you no matter what people say about us.” Ucap Cakka dan kembali mempererat genggaman tangannya pada Shilla.
“Aku tau Cakka. I love you, too.
Semuanya menjadi indah; langit malam itu menjadi semakin cantik, dingin tubuh yang menjalari tubuh Shilla tak dirasakannya lagi. Hangat genggaman tangan Cakka telah mampu merambat ke hatinya dan membuat seluruh tubuhnya menjadi hangat kembali menggantikan mendung yang selama ini menggantung di hari-harinya. Karena seorang yang dicintainya telah kembali di sampingnya. Berjanji menjaganya.

25 Januari 2015

0 komentar:

Posting Komentar

 

Girl in the Rain Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos