Sabtu, 21 Februari 2015

Stuck on You part 5 (END)

Diposting oleh Girl in the Rain di 04.24 0 komentar
Sabtu, tepatnya dua hari setelah kejadian pernyataan perasaan Gabriel pada Shilla. Shilla terpaksa harus izin tidak masuk sekolah. Asma nya kambuh, dia tahu ini pasti karena kelelahan berfikir dan kecapeannya akhir-akhir ini. Memang jika ia terlalu berat memendam pikiran fisiknya tak mau berbohong jika pemiliknya sedang lelah.
                Setelah pergi ke dokter, seharian itu Shilla beristirahat di kamarnya. Sebenarnya ia ingin bersekolah, ia rindu mencuri-curi pandang pada Cakka walau sebenarnya Cakka tak pernah sekalipun menoleh kepadanya. Dan dia cuma bisa berangan-angan tentang bayangnya.

*
                Minggu pagi, kali ini Angel meluangkan waktunya untuk jogging di taman kota. Ia sedang usaha menurunkan berat badan.
                “Tumben di sini? Kayaknya aku jarang lihat kamu jogging di sini.” Kata seseorang yang tiba-tiba duduk di samping Angel. Angel menoleh untuk melihat siapa pemilik suara itu. Cakka.
                “Oh, ini .. lagi pengen aja hehe. Jarang-jarang juga jogging. Kamu sering ke sini?”
Cakka mengangguk. “Rumahku enggak terlalu jauh dari sini.” Lanjutnya. Setelah itu mereka hanya saling diam.

                “Shilla ... gimana sekarang sama Gabriel?” kata Cakka ragu. Wajahnya terpasang ekspresi antisipasi. Sebenarnya selama ini ia selalu memperhatikan Shilla, begitu pula kedekatan Shilla dengan Gabriel. Cakka tau jika mereka sering berangkat dan pulang sekolah bersama, pergi ke kantin bersama. Semuanya dia tahu. Tapi dia tidak tahu apa hubungan mereka sebenarnya. Dia ingin tahu tapi dia tak siap menanggung resikonya.
                “Mereka enggak ada apa-apa.” Jawab Angel kemudian. Cakka terlihat terkejut tapi sorot matanya terlihat mulai tenang. “Shilla ...” suara itu menggantung, Angel terlihat bimbang untuk mengatakannya. Setelah sekali menghela nafas ia akhirnya memutuskan untuk melanjutkannya. “Shilla enggak ada perasaan apa-apa sama kak Gabriel. Shilla udah nganggeb kak Gabriel itu sebagai kakak kandung dia sendiri.” Angel diam sesaat. “Aku enggak tahu apa hak aku ngomomg gini tapi cuma satu tujuan ku; aku pengen bantuin Shilla. Denger aku Kka..” kata Angel dengan menatap Cakka menandakan kesuhguhan apa yang akan dia ucapkan.
                “Shilla itu sukanya sama kamu.” Cakka tak bisa lagi menyembunyikan keterkejutannya. Ia dengan spontan menoleh ke arah Angel. “Aku enggak tau, kenapa Shilla sebodoh itu. Kenapa dia dulu malah ngehindarin kamu dan milih ngehindarin gosipan anak-anak tentang kalian--sampai akhirnya dia sendiri yang menyesal.” Cakka tergugu, ia baru sadar jika ternyata kedekatan mereka dulu bisa membuat Shilla tersiksa seperti itu dan lebih lagi malah dia yang meninggalkan Shilla sendiri menghadapi itu semua.
                “Sekarang Shilla di mana? Kayaknya kemarin aku lihat dia enggak masuk.” Tanya Cakka kemudian. “Dia sakit. Tapi kayaknya hari ini dia udah baikan deh, soalnya tadi pagi dia bilang sama aku kalo pengen ikut jogging di taman kota.” Jawab Angel.
                “Yaudah Ngel, makasih banget karena kamu udah kasih tau semua jawaban yang selama ini jadi teka-teki di otakku.” Ucap Cakka kemudian. Angel mengangguk “Aku juga seneng asal kalian bahagia, enggak saling diem-dieman gitu.” Cakka tersenyum, ia benar-benar berterimakasih akan semua itu.

**
                Jam delapan malam, bel rumah Shilla berbunyi. Mama Shilla segera membukakan pintu dan mempersilahkan tamunya masuk. Tak berapa lama, pintu kamar Shilla diketuk.
                “Dicari Cakka, Shill. Kamu turun apa Cakka aja yang naik ke sini?” tanya mamanya. Shilla sedikit terkejut.

Ada apa tiba-tiba Cakka ke sini? Pikirnya saat dia menuruni tangga untuk menghampiri Cakka. Dia tidak bisa menebak-nebak maksud dan tujuan Cakka kemari, bukankah kemarin-kemarin Cakka masih sama; masih tetap menghindarinya—menganggabnya sebagai orang asing.
                Sesampainya di ruang tamu Shilla segera duduk, dia hanya diam karena merasa canggung dengan Cakka. “Kamu udah baikan?” tanya Cakka kemudian untuk memecah keheningan di antara mereka. Shilla mengangguk.
                “Aku mau ajak kamu ke suatu tempat.” kata Cakka. “Kemana?” jawab Shilla mulai biasa.
                “Nanti kamu juga tau. Tapi ... kamu udah bener-bener sembuhkan?” tanya Cakka dengan nada khawatir. Shilla mengangguk. Cakka malah beranjak berdiri dari kursinya menghampiri Shilla dan tiba-tiba saja menyentuh dahinya. Shilla yang merasakan sengatan tiba-tiba itu terkejut yang terlihat dari sorot matanya.
                Setelah Cakka memastikan bahwa Shilla memang benar dalam kondisi sehat dia mengangguk-angguk sendiri. “Yaudah kita berangkat sekarang. Kamu izin mama kamu dulu gih.” Lanjutnya.
                “Aku ... enggak perlu ganti baju dulu?”
                “Enggak usah, yang penting kamu pake jaket yang tebel.” Shilla mengangguk dan segera pergi ke kamarnya untuk mengambil jaket dan meminta izin mamanya.

                “Ma, aku mau keluar sebentar sama Cakka.” Izin Shilla kepada mamanya. Mamanya tersenyum. “Iya boleh, pulangnya jangan malem-malem, bawa inhaler kamu; buat jaga-jaga.” Shilla mengangguk dan memeluk mamanya tanda terima kasih.

                “Titip Shilla ya Kka, jangan pulang malem-malem.” Kata tante Wiwid; mamanya Shilla kepada Cakka saat beliau mengantar mereka menuju mobil. “Iya, tante. Saya bakal jaga Shilla kok.” Jawab Cakkka mantap.

*
               
                Setengah jam kemudian mereka tiba di tempat tujuan. Daerah ini agak jauh dari perkotaan. Ada taman dan lapangan yang biasanya di gunakan untuk olahraga dan bersantai oleh pengunjung. Shilla pernah mengunjungi tempat ini tapi tak pada malam hari seperti ini. Dia tidak tahu apa maksud Cakka membawanya ke tempat ini.
                “Ayo Shill, kita belum sampai.” Kata Cakka. Kemudian Shilla mengikuti Cakka dan berjalan di sampingnya. Mereka menaiki tangga yang tak jauh dari lapangan, berjalan menanjak menuju tempat yang seperti bukit jika dilihat dari bawah.
                Setelah tiba, Shilla terkagum-kagum terhadap apa yang dilihatnya dari atas sini dia dapat melihat kerlipan lampu jalanan dan lampu rumah-rumah yang berada di bawah sana. Sedangkan jika ia menengadah ke atas dia dapat melihat ribuan kerlip bintang yang bersinar. Cakka tersenyum melihat wajah Shilla. “Kamu suka tempat ini?” tanya Cakka kemudian. Shilla mengangguk senang. “Kok kamu tahu tempat kayak gini sih? Aku bahkan yang pernah ke taman di bawah sana enggak pernah tahu kalau malam, di sini ada tempat yang seindah ini.” Jawab Shilla.
                “Dulu aku sering ke sini sama anak-anak basket.” Jawab Cakka yang kemudian mengajak Shilla duduk di salah satu kursi yang menghadap lampu-lampu perkotaan.

                “Ini indah banget Kka. Makasih udah mau ajak aku ke sini, aku emang suka lihat bintang. Coba aja malam ini ada bintang jatuh kita bisa buat permohonan.” Ucap Shilla.
                “Apa permohonan yang kamu minta?” tanya Cakka penasaran. Shilla hanya memandang bintang di langit itu sambil tersenyum. “mm.. rahasia.” Jawab Shilla kemudian.
                Cakka ikut tersenyum dan mengikuti Shilla memandang langit. “Aku juga akan membuat permohonan.” Shilla menoleh ke arah Cakka, penasaran apa permohonan Cakka. “Apa yang kamu minta?” tanya Shilla.
                Cakka diam cukup lama dan Shilla pun tak mendesak atas jawaban itu, pertanyaan itu dibiarkannya menggantung beberapa saat. “Aku pengen kamu enggak ngehindarin aku lagi dan aku pengen kamu tetep di sampingku apapun yang terjadi.” Kata Cakka, yang sontak berhasil membuat Shilla terkejut.
                Cakka menolehkan wajahnya ke arah Shilla yang otomatis membuat mereka saling berhadapan. Mata mereka saling beradu. “Shill, apa kamu suka sama aku?” tanya Cakka kemudian. Shilla kembali terkejut, dia tak mampu berkata apa-apa lagi. Jantungnya mulai terpompa lebih cepat segala sesuatu di sekitarnya menjadi semakin kental, hingga rasanya ia susah untuk bernafas.
                Cakka masih menanti jawaban dari Shilla, sekalipun itu hanyalah anggukan atau gelengan. Ia ingin mendengar dari Shilla sendiri. Tapi tak ada reaksi apapun yang ditunjukkan Shilla. “Kalau kamu enggak bisa bilang kata-kata itu, aku yang akan bilang sama kamu.” Kata Cakka kemudian.
                “Aku suka sama kamu Shill.” Cakka diam sejenak. “Sebenernya aku udah suka kamu sejak pertama kali lihat kamu di SMA. Tapi, waktu kita sempet deket dulu, kamu seperti jaga jarak sama aku.” Ungkap Cakka. Shilla masih bergeming mulutnya sedikit membuka sepertinya ia ingin mengatakan sesuatu tapi ditahannya.
                “Selama kedekatan kita dulu aku udah coba untuk nunjukin ke kamu perasaanku. Aku pengen ngungkapin perasaan ku, tapi sebelum aku sempat bilang, kamu malah ngejauh dari hadapanku.” Lanjut Cakka. Shilla mulai membuka mulutnya, mengatakan kata-kata yang sempat tertahan tadi, “Tapi kenapa kamu nyuekin aku terus? Seakan-akan aku orang asing di matamu.”
                “Aku enggak bermaksud jadiin kamu orang asing. Aku cuma coba ngertiin sikap kamu; yang kayaknya enggak nyaman kalau sama aku.” Cakka terdiam. “Dan waktu kamu sempet deket sama Gabriel aku kira hubungan kalian udah serius. Jadi aku coba untuk menghapus kamu dari pikiranku, tapi sebenernya aku enggak bisa.” lanjutnya.
                Cukup lama mereka terdiam dan suasana masih menggantung. Shilla hanya diam berkelana dengan pikirannya sendiri, mencari jalan keluar akan perasaannya. “Apa kamu tahu? Saat kamu tiba-tiba ngehindarin aku, aku mulai sadar kalau aku juga kehilangan setengah dari jiwaku. Karena aku baru sadar, ternyata aku suka sama kamu.” Shilla berhenti sesaat untuk mengambil nafas. “Aku selalu enggak bisa berhenti mikirin kamu. Aku kangen chatting bareng sama kamu. Aku kangen semua itu hingga rasanya aku pengen putar waktu untuk bareng sama kamu lagi aku pengen memperbaiki semua kesalahanku waktu dulu—karena udah ngehindarin kamu.”
                Cakka kemudian menggenggam erat kedua tangan Shilla, ingin menyampaikan segenap perasaannya. “Maafin aku, atas semuanya Shill. Kita bisa bersama lagi. Kita enggak perlu dengerin apa kata mereka tentang kita, karena ini semua tentang kita berdua bukan tentang apa yang mereka inginkan.” Ucap Cakka. Shilla mengangguk tanda mengerti.
                “Kamu enggak perlu takut sama apa yang mereka katakan tentang kita—tentang aku dan kamu. Karena akan selalu ada aku di sampingmu.” Kata Cakka menenangkan Shilla. “Aku tahu Ka. Makasih, karena udah mau bilang semua kejujuran itu. Aku seneng akhirnya bisa berakhir seperti ini.” Jawab Shilla.
                “Iya. Kamu juga harus percaya sama aku, because I love you no matter what people say about us.” Ucap Cakka dan kembali mempererat genggaman tangannya pada Shilla.
“Aku tau Cakka. I love you, too.
Semuanya menjadi indah; langit malam itu menjadi semakin cantik, dingin tubuh yang menjalari tubuh Shilla tak dirasakannya lagi. Hangat genggaman tangan Cakka telah mampu merambat ke hatinya dan membuat seluruh tubuhnya menjadi hangat kembali menggantikan mendung yang selama ini menggantung di hari-harinya. Karena seorang yang dicintainya telah kembali di sampingnya. Berjanji menjaganya.

25 Januari 2015

Stuck on You part 4

Diposting oleh Girl in the Rain di 04.10 0 komentar
POV Orang Ketiga

                Pukul setengah delapan Shilla sudah siap dengan pakain yang dia pikir tepat untuk dinner santai maupun formal.
                Otaknya penuh sesak dengan pertanyaan apa sebenarnya yang diinginkan Cakka, kenapa dia menjadi berbeda? Apa dia terlalu berlebihan menghindarinya?
                Bel rumah berbunyi dan sepertinya mamanya telah membukakan pintu. “Shill, udah ditunggu Cakka.” Kata mama Shilla sambil mengetuk pintu kamar putrinya. Shilla tak menjawab tapi sebagai gantinya dia segera keluar dari kamar dan berjalan turun menuju ruang tamu.

                “Langsung aja ya? Nanti keburu kemalaman.” Kata Cakka saat Shilla menghampirinya. Shilla membalasnya dengan mengangguk.
                Cakka membukakan pintu untuk Shilla dan segera duduk di kursi kemudi. Di perjalanan tak satupun yang angkat bicara mereka berdua asik bergeming dengan pikiran masing-masing, suasana canggung ini sangat kental. Hingga rasanya udara di sekitar mereka dapat diiris dengan pisau.
                Shilla tak tau kemana ia akan dibawa, mereka sudah melewati perkotaan tapi tak satupun restoran atau warung yang dimasukinya, namun setelah taman kota mobil itu melaju masuk ke dalam salah satu kompleks. Shilla tak berani bertanya apapun pada Cakka, karena Cakka sejak tadi seperti terlihat enggan dengannya.
               
                Setelah tak berapa lama memasuki kompleks itu, mobil itu berhenti di salah satu halaman rumah. Cakka mendahului turun dan segera membukakan pintu untuk Shilla. “Maaf aku enggak bilang kamu dulu. Hari ini mama aku ulang tahun, kita makan malam di rumahku kamu gapapa kan?” tanyanya kemudian. Shilla mengangguk dan tersenyum, tentu saja itu tidak apa-apa sudah lama Shilla tidak bertemu dengan Tante Ida , mama Cakka itu adalah seorang ibu yang baik beliau juga salah satu teman dekat mamanya.
                “Selamat Ulang Tahun tante.” Ucap Shilla sambil memeluk Tante Ida saat beliau menyambutnya di ruang tamu. “Ya ampun, ini Shilla? Udah tinggi banget ya sekarang, tambah cantik lagi.” Jawab mama Cakka. “Ah.. bisa aja tante.” Jawab Shilla sambil tersenyum. “Cakka sering cerita tentang kamu lho Shill, emang bener ya sekarang kamu jadi cantik banget.” Ucap beliau. Shilla sedikit tersipu saat mendengar ternyata Cakka sering menceritakannya kepada Tante Ida
                Mereka bertiga kemudian menuju ruang makan, di sana sudah tersaji beberapa makanan, yang ternyata dimasak sendiri oleh Tante Ida.
                “Makasih ya Shilla, udah mau dateng ke sini. Tante seneng banget ada temennya ngobrol sesama cewek, di keluarga ini kan tante yang cantik sendiri.” Ucap Tante Ida diiringi tawa setelah mereka selesai makan.
                “Hehe iya tante, saya juga seneng kok bisa kumpul-kumpul lagi. Omong-omong Om Gub kemana tante?”
                “Oh papanya Cakka hari ini baru ada tugas di luar kota, jadi dia enggak bisa ikut ngerayain ulang tahun tante.” Kemudian mereka asik melanjutkan obrolan mereka.

***
                Pagi hari kemudian, semua berjalan seperti biasa, hanya saja ada yang terasa asing dan mengganjal; sikap Cakka. Dia begitu berbeda setelah makan malam semalam, dia seperti orang yang sama sekali tak mengenal Shilla. Cakka tak pernah lagi mencoba untuk mengajaknya makan di kantin seperti biasa, tak pernah menawarinya untuk pulang bersama, tak pernah duduk di kursi Angel saat Angel latihan paduan suara. Semua menjadi aneh, walaupun hanya Cakka yang berubah tapi bagi Shilla semuanya yang berubah. Apa dia mulai terbiasa oleh Cakka? Ia tak mengerti tapi rasanya ia tak rela jika semuanya tiba-tiba berubah.

                Semua itu tak hanya terjadi satu hari maupun dua hari, semua itu sudah berlangsung selama seminggu. Shilla seperti kehilangan setengah dari jiwanya. Waktunya banyak ia habiskan untuk melamun, Angel hingga bosan sendiri jika Shilla mulai tidak konsentrasi jika diajak bicara.
                “Kamu ada apa sih Shill? Akhir-akhir ini nyawa kamu itu kayak enggak pada tempatnya, kamu sering ngelamun.” Tanya Angel.
                “Emm.. enggak kok. Emang aku ngelamun terus ya?” hanya jawaban bodoh itu yang dia katakan pada Angel. “Iya. Kalau ada masalah kamu kan bisa cerita sama aku, jangan dipendem sendiri gitu.” Shilla diam sejenak menimang-nimang.
                “Ngel, gimana perasaan kamu, kalau orang yang kamu suka tiba-tiba ngehindari kamu? Dan setelah kamu pikir-pikir ternyata dia ngehindar dari kamu juga karena kesalahan mu?” kata Shilla kemudian.
                Angel diam sejenak, sepertinya ia mengerti maksud dari ucapan Shilla. Dia tahu orang yang Shilla maksud adalah Cakka. “Aku pasti akan merasa frustasi, dan nyalahin diri aku sendiri.” Jawabnya kemudian.
                “Terus kamu bakal ngapain?” Angel diam sebentar--berpikir. “Aku enggak tau, mungkin aku akan milih diam aja tenggelam dalam rasa bersalah atau .. mungkin aku bakalan menyatakan perasaan ku pada orang tersebut.” Shilla diam, wajahnya terlihat gamang. Diam saja dalam rasa bersalah.. sepertinya itu yang sedang ia lakukan sekarang. Apa ia harus menyatakan perasaannya pada Cakka? Tapi itu sungguh tak mungkin, ia tak punya keberanian untuk melakukan itu.
                “Makasih Ngel. Udah mau dengerin curhatanku.” Kata Shilla setelah otaknya tenang, setidaknya ia sudah merasa lega karena telah mengatakan beban pikirannya pada orang lain.

*
                Waktu terus berjalan, Shilla masih dengan keputusan diamnya dan perlahan-lahan mencoba untuk ikhlas dengan apa yang telah terjadi. Cakka tak berubah dia masih menjadi sosok asing bagi Shilla ia tak pernah lagi mengirimi pesan maupun berbicara panjang padanya. Tapi perasaan hampa itu masih saja bergelantung di sisi hati Shilla.
                “Shill dicariin kak Gabriel tu.” Kata Angel saat Shilla asik memainkan ponselnya. Shilla sontak tersenyum mendengar nama itu disebut. Gabriel adalah kakak kelas Shilla dan sekaligus tetangganya. Mereka sudah sejak kecil berteman baik, mereka selalu masuk di SD, SMP, dan sekarangpun mereka di SMA yang sama. Sebenarnya umur mereka sama hanya saja Gabriel lebih cepat setahun saat masuk SD, sehingga Shilla tak memanggilnya Kak karena sejak kecil Gabriel sendiri yang ngotot enggak mau dipanggil kakak oleh Shilla.
                “Ke kantin yuk Shill.” Ajak Gabriel ketika Shilla menghampirinya di depan kelas. Shilla membalasnya dengan mengangguk dan tersenyum.
                Orang yang tak tau jika ternyata Shilla dan Gabriel adalah teman sejak kecil pasti sudah mengira jika mereka adalah sepasang kekasih. Kenapa tidak? Beberapa hari ini mereka menjadi semakin dekat. Mereka sering berangkat dan pulang sekolah bersama maupun ke kantin bersama.

**
                “Shill, sebenernya kamu ada apa sih sama kak Gabriel? Kayaknya kalian lengket banget sekarang.” Tanya Angel saat mereka pulang. Shilla yang mendengarnya seperti menahan tawa, ia geli sendiri menebak-nebak apa yang sedang dipikirkan oleh Angel.
“Kamu pikir aku ada apa sama Gabriel? Jangan aneh-aneh deh, dia kan temen kecilku, aku itu udah nganggeb Gabriel kayak kakak kandung aku sendiri.” Hanya hening Angel terlihat tidak percaya dengan jawaban yang didengarnya.
                “Beneran? Tapi kalo aku lihat, kak Gabriel mandang kamu itu enggak cuma sebagai adek kecilnya atau temen masa kecilnya. Dia itu mandang kamu sebagai cewek; sebagai orang yang ia sukai.” jawaban mengejutkan itu membuat Shilla berpikir lebih panjang.
“Shill, tapi kalo emang bener tebakanku ini; kalau kak Gabriel emang beneran suka sama kamu dan kamu sama sekali enggak punya perasaan sama kak Gabriek, sebaiknya kamu jangan ngasih harapan yang berlebihan deh sama kak Gabriel, kasihan dianya.” lanjut Angel kemudian.
“Iya Ngel aku tahu kok.” Jawab Shilla kemudian. Ia mulai sadar sepertinya ia tak terlalu peka terhadap perubahan Gabriel, sebenarnya memang terlihat perubahan pada sikap Gabriel akhir-akhir ini dia lebih dewasa jika dengannya. Sepertinya hatinya tidak bisa membaca akan tanda-tanda itu; hatinya sudah dibutakan oleh satu nama itu; Cakka, hingga ia tak melihat apapun lagi di hati dan di matanya.

**
Seminggu kemudian, masih saja Shilla terpikirkan oleh Cakka. Ia rindu saat mereka berkirim pesan, saat mereka pulang bersama. Bagaimanapun melupakan sesuatu yang sudah mulai melekat bukanlah hal yang mudah. Tak sadar ia mulai menghela nafas berat yang sudah ke sekian kali  dilakukannya.
“Kamu ada apa sih Shill? Kayaknya ada yang dipikirin gitu.” tanya Gabriel yang sadar akan tingkah Shilla, saat mereka pulang bersama waktu itu. Shilla tersadar akan lamunannya, lalu menggeleng untuk memberi jawaban.
“Enggak kok Iel, Cuma banyak tugas aja. Bingung nanti mau mulai ngerjain dari mana.” Kata Shilla berbohong untuk menutupi gejolak hatinya. “Aku bantuin gimana? Gini-gini aku juga bisa kok ngerjain tugas kelas sebelas.” Ucapnya sambil tersenyum manis pada Shilla.
Shilla menggeleng lagi dengan tersenyum. “Enggak usah, aku bisa sendiri kok. Kamu kan udah mau Ujian Akhir.” Gabriel hanya tersenyum mengalah.

Sore itu sepulang sekolah mereka mampir makan siang dulu di salah satu restoran. Sebenarnya ini tidak asing, karena mereka sudah kerap sekali melakukan rutinitas ini.
“Shill, aku mau bilang sesuatu sama kamu.” Kata Gabriel ketika mereka sudah selesai makan dengan ekspresi serius. Seketika suasana diantara mereka menjadi sedikit canggung. Shilla terlihat seperti sedikit berantisipasi, sepertinya ia mengerti apa yang akan terjadi.
“Mm.. aku pengen ngaku sama kamu.” Gabriel diam sesaat sepertinya ia sedang mengumpulkan keberaniannya. Setelah berdehem sekali lalu dia melanjutkan. “Shill, sebenernya aku suka sama kamu.” Wajahnya terlihat tegang ketika kata-kata itu berhasil keluar dari mulutnya.
Shilla hanya bergeming, suasana diantara mereka semakin canggung, mereka berdua diam menggantung. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing dan bersiap mengantisipasi apapun yang akan terjadi.
“Maaf .. tapi aku enggak bisa nerima perasaan kamu.” jawab Shilla kemudian. Raut wajah Gabriel terlihat kaget. “Bukan karena aku enggak suka kamu. Aku suka kamu, aku sayang kamu tapi sebagai kakak. Aku udah nganggeb kamu itu sebagai kakak kandung aku.”
Shilla diam sesaat menerawang dan menarik nafas. “Hubungan itu enggak akan berjalan baik, jika kedua pihak tak saling suka kan?” Katanya kemudian. Gabriel menghela nafas kemudian mengangguk tanda mengerti.
“Sekali lagi aku minta maaf ya Iel.” Bersambung
 

Girl in the Rain Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos