Sabtu, tepatnya
dua hari setelah kejadian pernyataan perasaan Gabriel pada Shilla. Shilla
terpaksa harus izin tidak masuk sekolah. Asma nya kambuh, dia tahu ini pasti
karena kelelahan berfikir dan kecapeannya akhir-akhir ini. Memang jika ia
terlalu berat memendam pikiran fisiknya tak mau berbohong jika pemiliknya
sedang lelah.
Setelah pergi ke dokter,
seharian itu Shilla beristirahat di kamarnya. Sebenarnya ia ingin bersekolah,
ia rindu mencuri-curi pandang pada Cakka walau sebenarnya Cakka tak pernah
sekalipun menoleh kepadanya. Dan dia cuma bisa berangan-angan tentang bayangnya.
*
Minggu pagi, kali ini Angel
meluangkan waktunya untuk jogging di taman kota. Ia sedang usaha menurunkan
berat badan.
“Tumben di sini? Kayaknya aku
jarang lihat kamu jogging di sini.” Kata seseorang yang tiba-tiba duduk di
samping Angel. Angel menoleh untuk melihat siapa pemilik suara itu. Cakka.
“Oh, ini .. lagi pengen aja hehe.
Jarang-jarang juga jogging. Kamu sering ke sini?”
Cakka mengangguk. “Rumahku enggak terlalu jauh dari sini.” Lanjutnya. Setelah
itu mereka hanya saling diam.
“Shilla ... gimana sekarang sama
Gabriel?” kata Cakka ragu. Wajahnya terpasang ekspresi antisipasi. Sebenarnya
selama ini ia selalu memperhatikan Shilla, begitu pula kedekatan Shilla dengan
Gabriel. Cakka tau jika mereka sering berangkat dan pulang sekolah bersama,
pergi ke kantin bersama. Semuanya dia tahu. Tapi dia tidak tahu apa hubungan
mereka sebenarnya. Dia ingin tahu tapi dia tak siap menanggung resikonya.
“Mereka enggak ada apa-apa.”
Jawab Angel kemudian. Cakka terlihat terkejut tapi sorot matanya terlihat mulai
tenang. “Shilla ...” suara itu menggantung, Angel terlihat bimbang untuk
mengatakannya. Setelah sekali menghela nafas ia akhirnya memutuskan untuk
melanjutkannya. “Shilla enggak ada perasaan apa-apa sama kak Gabriel. Shilla
udah nganggeb kak Gabriel itu sebagai kakak kandung dia sendiri.” Angel diam
sesaat. “Aku enggak tahu apa hak aku ngomomg gini tapi cuma satu tujuan ku; aku
pengen bantuin Shilla. Denger aku Kka..” kata Angel dengan menatap Cakka
menandakan kesuhguhan apa yang akan dia ucapkan.
“Shilla itu sukanya sama kamu.”
Cakka tak bisa lagi menyembunyikan keterkejutannya. Ia dengan spontan menoleh
ke arah Angel. “Aku enggak tau, kenapa Shilla sebodoh itu. Kenapa dia dulu
malah ngehindarin kamu dan milih ngehindarin gosipan anak-anak tentang kalian--sampai
akhirnya dia sendiri yang menyesal.” Cakka tergugu, ia baru sadar jika ternyata
kedekatan mereka dulu bisa membuat Shilla tersiksa seperti itu dan lebih lagi
malah dia yang meninggalkan Shilla sendiri menghadapi itu semua.
“Sekarang Shilla di mana?
Kayaknya kemarin aku lihat dia enggak masuk.” Tanya Cakka kemudian. “Dia sakit.
Tapi kayaknya hari ini dia udah baikan deh, soalnya tadi pagi dia bilang sama
aku kalo pengen ikut jogging di taman kota.” Jawab Angel.
“Yaudah Ngel, makasih banget
karena kamu udah kasih tau semua jawaban yang selama ini jadi teka-teki di
otakku.” Ucap Cakka kemudian. Angel mengangguk “Aku juga seneng asal kalian
bahagia, enggak saling diem-dieman gitu.” Cakka tersenyum, ia benar-benar
berterimakasih akan semua itu.
**
Jam delapan malam, bel rumah
Shilla berbunyi. Mama Shilla segera membukakan pintu dan mempersilahkan tamunya
masuk. Tak berapa lama, pintu kamar Shilla diketuk.
“Dicari Cakka, Shill. Kamu turun
apa Cakka aja yang naik ke sini?” tanya mamanya. Shilla sedikit terkejut.
Ada apa tiba-tiba Cakka ke sini? Pikirnya
saat dia menuruni tangga untuk menghampiri Cakka. Dia tidak bisa menebak-nebak
maksud dan tujuan Cakka kemari, bukankah kemarin-kemarin Cakka masih sama;
masih tetap menghindarinya—menganggabnya sebagai orang asing.
Sesampainya di ruang tamu Shilla
segera duduk, dia hanya diam karena merasa canggung dengan Cakka. “Kamu udah
baikan?” tanya Cakka kemudian untuk memecah keheningan di antara mereka. Shilla
mengangguk.
“Aku mau ajak kamu ke suatu
tempat.” kata Cakka. “Kemana?” jawab Shilla mulai biasa.
“Nanti kamu juga tau. Tapi ...
kamu udah bener-bener sembuhkan?” tanya Cakka dengan nada khawatir. Shilla
mengangguk. Cakka malah beranjak berdiri dari kursinya menghampiri Shilla dan
tiba-tiba saja menyentuh dahinya. Shilla yang merasakan sengatan tiba-tiba itu
terkejut yang terlihat dari sorot matanya.
Setelah Cakka memastikan bahwa
Shilla memang benar dalam kondisi sehat dia mengangguk-angguk sendiri. “Yaudah
kita berangkat sekarang. Kamu izin mama kamu dulu gih.” Lanjutnya.
“Aku ... enggak perlu ganti baju
dulu?”
“Enggak usah, yang penting kamu
pake jaket yang tebel.” Shilla mengangguk dan segera pergi ke kamarnya untuk
mengambil jaket dan meminta izin mamanya.
“Ma, aku mau keluar sebentar
sama Cakka.” Izin Shilla kepada mamanya. Mamanya tersenyum. “Iya boleh,
pulangnya jangan malem-malem, bawa inhaler kamu; buat jaga-jaga.” Shilla
mengangguk dan memeluk mamanya tanda terima kasih.
“Titip Shilla ya Kka, jangan pulang
malem-malem.” Kata tante Wiwid; mamanya Shilla kepada Cakka saat beliau
mengantar mereka menuju mobil. “Iya, tante. Saya bakal jaga Shilla kok.” Jawab
Cakkka mantap.
*
Setengah jam kemudian mereka
tiba di tempat tujuan. Daerah ini agak jauh dari perkotaan. Ada taman dan
lapangan yang biasanya di gunakan untuk olahraga dan bersantai oleh pengunjung.
Shilla pernah mengunjungi tempat ini tapi tak pada malam hari seperti ini. Dia
tidak tahu apa maksud Cakka membawanya ke tempat ini.
“Ayo Shill, kita belum sampai.”
Kata Cakka. Kemudian Shilla mengikuti Cakka dan berjalan di sampingnya. Mereka
menaiki tangga yang tak jauh dari lapangan, berjalan menanjak menuju tempat
yang seperti bukit jika dilihat dari bawah.
Setelah tiba, Shilla
terkagum-kagum terhadap apa yang dilihatnya dari atas sini dia dapat melihat
kerlipan lampu jalanan dan lampu rumah-rumah yang berada di bawah sana.
Sedangkan jika ia menengadah ke atas dia dapat melihat ribuan kerlip bintang
yang bersinar. Cakka tersenyum melihat wajah Shilla. “Kamu suka tempat ini?”
tanya Cakka kemudian. Shilla mengangguk senang. “Kok kamu tahu tempat kayak
gini sih? Aku bahkan yang pernah ke taman di bawah sana enggak pernah tahu
kalau malam, di sini ada tempat yang seindah ini.” Jawab Shilla.
“Dulu aku sering ke sini sama
anak-anak basket.” Jawab Cakka yang kemudian mengajak Shilla duduk di salah satu
kursi yang menghadap lampu-lampu perkotaan.
“Ini indah banget Kka. Makasih
udah mau ajak aku ke sini, aku emang suka lihat bintang. Coba aja malam ini ada
bintang jatuh kita bisa buat permohonan.” Ucap Shilla.
“Apa permohonan yang kamu
minta?” tanya Cakka penasaran. Shilla hanya memandang bintang di langit itu
sambil tersenyum. “mm.. rahasia.” Jawab Shilla kemudian.
Cakka ikut tersenyum dan
mengikuti Shilla memandang langit. “Aku juga akan membuat permohonan.” Shilla
menoleh ke arah Cakka, penasaran apa permohonan Cakka. “Apa yang kamu minta?”
tanya Shilla.
Cakka diam cukup lama dan Shilla
pun tak mendesak atas jawaban itu, pertanyaan itu dibiarkannya menggantung
beberapa saat. “Aku pengen kamu enggak ngehindarin aku lagi dan aku pengen kamu
tetep di sampingku apapun yang terjadi.” Kata Cakka, yang sontak berhasil
membuat Shilla terkejut.
Cakka menolehkan wajahnya ke
arah Shilla yang otomatis membuat mereka saling berhadapan. Mata mereka saling
beradu. “Shill, apa kamu suka sama aku?” tanya Cakka kemudian. Shilla kembali
terkejut, dia tak mampu berkata apa-apa lagi. Jantungnya mulai terpompa lebih
cepat segala sesuatu di sekitarnya menjadi semakin kental, hingga rasanya ia
susah untuk bernafas.
Cakka masih menanti jawaban dari
Shilla, sekalipun itu hanyalah anggukan atau gelengan. Ia ingin mendengar dari
Shilla sendiri. Tapi tak ada reaksi apapun yang ditunjukkan Shilla. “Kalau kamu
enggak bisa bilang kata-kata itu, aku yang akan bilang sama kamu.” Kata Cakka
kemudian.
“Aku suka sama kamu Shill.” Cakka
diam sejenak. “Sebenernya aku udah suka kamu sejak pertama kali lihat kamu di
SMA. Tapi, waktu kita sempet deket dulu, kamu seperti jaga jarak sama aku.”
Ungkap Cakka. Shilla masih bergeming mulutnya sedikit membuka sepertinya ia
ingin mengatakan sesuatu tapi ditahannya.
“Selama kedekatan kita dulu aku
udah coba untuk nunjukin ke kamu perasaanku. Aku pengen ngungkapin perasaan ku,
tapi sebelum aku sempat bilang, kamu malah ngejauh dari hadapanku.” Lanjut Cakka.
Shilla mulai membuka mulutnya, mengatakan kata-kata yang sempat tertahan tadi,
“Tapi kenapa kamu nyuekin aku terus? Seakan-akan aku orang asing di matamu.”
“Aku enggak bermaksud jadiin
kamu orang asing. Aku cuma coba ngertiin sikap kamu; yang kayaknya enggak
nyaman kalau sama aku.” Cakka terdiam. “Dan waktu kamu sempet deket sama
Gabriel aku kira hubungan kalian udah serius. Jadi aku coba untuk menghapus kamu
dari pikiranku, tapi sebenernya aku enggak bisa.” lanjutnya.
Cukup lama mereka terdiam dan
suasana masih menggantung. Shilla hanya diam berkelana dengan pikirannya
sendiri, mencari jalan keluar akan perasaannya. “Apa kamu tahu? Saat kamu
tiba-tiba ngehindarin aku, aku mulai sadar kalau aku juga kehilangan setengah
dari jiwaku. Karena aku baru sadar, ternyata aku suka sama kamu.” Shilla
berhenti sesaat untuk mengambil nafas. “Aku selalu enggak bisa berhenti mikirin
kamu. Aku kangen chatting bareng sama
kamu. Aku kangen semua itu hingga rasanya aku pengen putar waktu untuk bareng
sama kamu lagi aku pengen memperbaiki semua kesalahanku waktu dulu—karena udah
ngehindarin kamu.”
Cakka kemudian menggenggam erat
kedua tangan Shilla, ingin menyampaikan segenap perasaannya. “Maafin aku, atas
semuanya Shill. Kita bisa bersama lagi. Kita enggak perlu dengerin apa kata
mereka tentang kita, karena ini semua tentang kita berdua bukan tentang apa
yang mereka inginkan.” Ucap Cakka. Shilla mengangguk tanda mengerti.
“Kamu enggak perlu takut sama
apa yang mereka katakan tentang kita—tentang aku dan kamu. Karena akan selalu
ada aku di sampingmu.” Kata Cakka menenangkan Shilla. “Aku tahu Ka. Makasih,
karena udah mau bilang semua kejujuran itu. Aku seneng akhirnya bisa berakhir
seperti ini.” Jawab Shilla.
“Iya. Kamu juga harus percaya
sama aku, because I love you no matter
what people say about us.” Ucap Cakka dan kembali mempererat genggaman
tangannya pada Shilla.
“Aku tau Cakka. I love you, too.”
Semuanya menjadi indah; langit malam itu menjadi semakin cantik, dingin
tubuh yang menjalari tubuh Shilla tak dirasakannya lagi. Hangat genggaman
tangan Cakka telah mampu merambat ke hatinya dan membuat seluruh tubuhnya
menjadi hangat kembali menggantikan mendung yang selama ini menggantung di
hari-harinya. Karena seorang yang dicintainya telah kembali di sampingnya. Berjanji
menjaganya.
25 Januari 2015