Minggu, 16 Juni 2019

Sepanjang Perjalanan

Diposting oleh Girl in the Rain di 10.34 0 komentar

Hari ini sangat panas tapi udaranya enak. Menyengat tapi udaranya sejuk. Aneh? Ya begitulah pokoknya.

Kalau kau termasuk orang yang sangat dekat dengan ku, kau akan tahu bahwa aku benci mengendarai motor pada siang bolong begini.

“Aku selalu mengantuk,” ucapku pada seorang kekasih yang baru-baru ini kuberitahu tentang salah satu fakta diriku. Tapi lain halnya jika aku mengendarai motor secara sadar penuh, yah artinya aku mengendarai motor dengan kecepatan di atas 80 km/jam.

Hari ini jalanan ramai; bus berjajar dan aku malas memacu motorku seperti biasanya. Hanya sekitar 50-70 km/jam yang ditujukan pada layar motor di depanku dan lantas langsung berhasil membuat ku tidak konsen, pikiran ku mulai melayang kemana-mana. Baru 0,1 bagian jalan yang kulewati untuk mencapai tujuan. Aku berpapasan dengan seseorang.

“Mirip sekali dengan seseorang pikirku,” aku melaju dengan kencang untuk membuntuti motor itu dan akhirnya aku bisa berhenti di belakangnya saat berada di lampu merah. Agak terlambat memang karena ia melajukan motornya terlalu ugal-ugalan dan pikiran ku terbersit lagi,

“Sangat mirip dengan seseorang caranya mengendarai motor itu.”

Kuperhatikan dengan seksama seorang laki-laki yang sedang menunggangi motor yang sangat mirip dengan milik ku tapi lain wana, yaitu hitam gelap. Kulihat dia memakai kaca mata hitam dibalik helm INK abu-abunya, dia kenakan sweater putih sewarna dengan jaket yang saat itu sedang kukenakan, kuperhatikan tas dan juga sepatunya.

“Sebenarnya apa tujuan ku?” pikirku. Otakku lantas menjawab, kau penasaran bukan apakah laki-laki itu benar orang yang kau kenal?

Tapi, malah pertanyaan itu yang menyentakku kembali ke kenyataan.

“Bodoh! Bodoh sekali kau!” umpat akal warasku.

Aku sebenarnya belum rela merelakan laki-laki tersebut dan berniat untuk terus membuntutinya, tapi setalah berbelok di persimpangan ternyata laki-laki itu segera berhenti dan mengecek handphone. Jadi mau tak mau aku terus melajukan motorku menjauh darinya.

Melihat laki-laki itu membuatku mengingat masa lalu. Dan tiba-tiba saja ada sesuatu yang membuatku rindu. Aku memikirkan SMA, tidak jelas apa sebenarnya yang aku rindukan. Kehidupan pada masa sekolah menengah ataskah? Atau teman-teman ku pada masa SMA? Semua berbaur menjadi satu.

Taukah engkau apa yang kupikirkan ketika melihat laki-laki tadi? Aku memikirkan seorang teman, ya seorang teman lama. Tapi sampai sekarang aku tetap menganggapnya seorang teman. Walau mungkin kenyataannya saat ini, aku sudah kehilangannya. Aku sudah sama sekali tak mengerti dia. Diaa.. sangat jauh dan tak tergapai. Dia yang paling kusayangi jika kenyataannya dia memang benar-benar pergi menjauh. Dari sekian sedikit teman dekat yang pernah kumiliki pada masa sekolah menengah atas, dia yang paling membekas. Dan saat ini membuat ku seperti dilemparkan kembali ke kenyataan, bahwa dia sudah benar-benar menghilang.

Dulu sebelum selama ini, aku selalu berfikir positif, kita hanya berjarak dan tidak akan lebih. Kita masih bisa bertemu mengingat dan mengulang semua yang pernah terjadi. Kita berempat saat itu, tapi nyatanya sesulit itu untuk mewujudkan seperti impianku. Hingga semua itu menjadi kenyataan yang selalu kusembunyian sebagai hantu di sudut pikiran. Aku selalu menggigil setiap mengingat kenyataan itu dan terus membekap kenyataan itu masuk ke palung paling dalam hingga tak kuberi sedikitpun kesempatan untuknya hadir menghantui pikiranku.

Tapi.. kini salah satu diantaranya yang paling istimewa hadir begitu saja di saat yang tak terduga. Memporak-porakkan semua yang sudah ku tata rapi, membuat ku rakus untuk kembali bisa memilikinya lagi. Keikhlasanku selama ini yang selalu kuperlihatkan dari luar sudah tidak kuat lagi melawan hasrat ini, sungguh aku ingin dia kembali seperti semula. Ingin dia kembali mengisi hari-hari ku seperti dulu kala. Apapun dia menganggapku dulu, walau mungkin hanya sebagai teman menyontek, teman mengerjakan tugas bersama, dan bagaimanapun aku tetap rela jika ia hanya menganggapku seseorang gadis yang memang  harus selalu ditemuinya di bangku belakangnya saat sekolah. Setidak penting itupun aku tetap mau menjadi satu bagian kecil di setiap harinya.

Lantas saat ini aku rakus sekali menginginkan dia kembali. Sedangkan aku sudah memiliki seorang yang sangaat dengan kebaikannya menerima ku dan kami sangat bahagia saat ini tak ada yang kurang begitu pas. Aku harusnya bersyukur. Ingat ada 2 mata koin, tak selamanya bisa kita dapatkan 2 mata yang sama, selalu beriringan 2 sisi yang berbeda. Kau mendapatkan yang baik pasti sekaligus juga akan ada keburukan yang mengikuti. Sudah.. mari hati, kita coba ikhlaskan kembali seorang di masa lalu itu dan mensyukuri orang-rang yang benar-benar baik saat ini. Dan ingat sebanyak apapun buah yang jatuh dari pohon, kita hanya punya 2 tangan. Jadi, yaa… memang beberapa hal memang harus diikhlaskan untuk tidak kita miliki.

Selama perjalanan tadi aku juga menangis. Iya menangis sampai mengeluarkan air mata dan ingus. Tidak tahu tiba-tiba menagis begitu saja. Pikiranku selalu kacau seperti itu apabila ada satu hal buruk pasti ada hal lain yang ikut menyusul untuk dipikirkan, benar-benar manusia aneh aku ini!

Aku memikirkan keluarga ku. Kondisi yang sangat kacau selama seumur hidup yang pernah aku alami. Apa mungkin aku baru sadar saja, ya? Karena saat ini usia ku cukup dewasa untuk dibagi mengenai masalah yang sedang dialami orang tua ku. Saat ini umurku 21 tahun, yaah memang cukup tua, bahkan teman-temanku sudah banyak yang menikah. Tapi belum terlalu cukup untuk lebih mandiri,tapi jugaa malu terus-menerus meminta uang pada orang tua. Yaa… memang seruwet itu.

Roda kami sedang berputar. Ekonomi kami kacau, beberapa kendaraan dan benda-benda berharga mulai dijual satu persatu. Uang saku ku selama seminggu mulai tersendat-sendat. Mimpiku yang selama ini terasa begitu nyata menjadi semakin kabur hingga sama sekali tak terlihat. Aku kadang tak tahu harus membantu bagaimana. Kuliahku saat ini sedikit kacau, Tugas Akhir yang seharusnya segera ku selesaikan, ternyata tidak kuhitung secara matang. Sehingga sepertinya akan keluar dari rencana.

Aku menangis kali itu. Terus menangis dan menangis, ku lajukan motor pelan-pelan dan memilih berjalan di tepi. Aku menangis, tapi tak tahu sebenarnya aku menangis karena sedih atau bahagia. Kadang aku berfikir dari semua ini ada beberapa hal yang berubah menjadi baik dari sekian lama sesuatu buruk yang terus-menerus dipelihara. Kubeberkan saja sekalian, papa-ibukku sebenarnya dari dulu tidak akur. Jarang sekali kutemui mereka tidur bersama, mengobrol saja sangat jarang, bahkan malah sekalinya mereka terlibat obrolan malah berakhir adu cekcok. Aku masih kecil saat semua itu dimulai dan aku tak terlalu peduli untuk menengahi padahal aku seorang anak pertama,yang kumau hanya mereka tidak berpisah. Padahal ingin sekali pada saat seperti itu aku membela ibukku, tapi aku takut papa malah melunjak dan meninggalkan ibuk. Aku tidak mau menjadi anak yang tidak memiliki orang tua yang utuh. Hingga aku sebesar ini, aku tahu sebenarnya papa ku sangat menyayangi ibukku, hanya caranya yang aneh. Dan egonya sebagai lelaki terlalu besar. Setelah semua masalah yang dihadapi keluarga ku saat ini, kedua orang tua ku mulai menjadi lebih baik. Mereka bisa mengobrol santai dan jarang sekali terjadi pertengkaran. Sudah kubilang ada hal bahagia yang kita dapat dari segi keburukan yang datang.

Aku masih menagis ketika membuntuti, sebuah mobil Grand Max tua yang berwarna cream yang memiliki seri Nopol T T belakangnya. Aku merasa diejek ketika melihat dua huruf itu sedang memandangi ku menagis, maka aku memutuskan untuk menyalip mobil yang berjalan terlalu pelan-pelan itu. Saat aku mendahului dari sisi kanan, aku berpapasan sangat dekat dengan sebuah mobil sedan seri tua berwarna hijau tua. Yang seakan membawa ku melompati waktu pada saat aku masih SD, mengingatkanku akan mobil pertama kami; sebuah mobil Katana kecil yang memiliki tulisan ‘Jeep’ di ban belakang yang digendongnya. Mobil itu memiliki warna yang sama persis dengan mobil sedan tadi.

Teman-temanku dulu menganggapnya sebagai mobil penculik, ah mungkin karena pada zaman ku dulu kami terlalu dicekoki sinetron yang memiliki adegan penculikan yang selalu memakai mobil dengan jenis seperti itu. Dulu aku sangat bangga memiliki mobil kecil itu, walaupun kecil tapi di desa ku belum banyak orang yang memiliki mobil. Dan aku senang sekali karena, kalau mau pergi jauh tak perlu naik motor lagi. Pernah suatu ketika saat kami ingin ke rumah Pakde di Gunung Kidul, aku mengendarai motor bertiga dengan orang tua ku, saat itu waktu sudah agak gelap dan untuk menuju ke sana perlu melewati suatu hutan yang sangaaat panjaaang. Ibukku pernah bercerita kalau pakde pernah melihat seekor harimau di sana, maka sepanjang perjalanan itu aku menutup mata karena terlalu ketakutan. Tapi, aku lebih bersyukur lagi ketika keluargaku memiliki motor sendiri pada saat aku akhir sekolah TK. Jadi, kami sekeluarga tak perlu repot-repot lagi untuk jalan kaki dan naik kendaraan umum saat ingin pergi atau berangkat sekolah.

Papa ku seorang yang pintar, beliau belajar menyetir sendiri tanpa ada guru atau kawan yang mengajarinya. Padahal sebenarnya ada seorang kawan dekat papa yang pandai menyetir, Om yang ku kenal satu itu memiliki tubuh besar dan perawakan garang bahkan dipikiranku saat ini aku bisa membayangkannya sebagai seorang bandit. Papa ku bilang, “Dia bukan seorang yang baik,” tapi bagiku dulu  dia orangnya baik walaupun tampangnya demikian. Waktu terus berjalan mungkin kejadian itu sudah berlalu 5 tahun yang lalu, dan ternyata firasat papa ku selama itu benar. Seorang teman yang memang benar-benar sangat dekat dengan papa tersebut nyatanya adalah seorang yang sangat kejam dan jahat. Dia, dengan teganya menghancurkan usaha papa ku. Dia yang saat itu dipercayai sebagai orang yang memegang salah satu usaha yang dirintis papa ku malah dengan seenak hati mencuri semua itu dan mengklaim bahwa semua itu adalah miliknya. Hingga tidak satupun yang tersisa untuk kami. Bodoh memang, jika terlalu percaya pada seorang. Jika terlalu dekat dengan seseorang, orang itu juga yang punya kesempatan untuk menusuk lebih dalam!

Aku pernah merasakan semua itu dari yang tak punya apa-apa, hingga semua serba cukup dan Alhamdulillah bisa lebih. Tapi saat ini, sepertinya roda sedang berputar. Hidup dipergilirkan, dan butuh kekuatan dan mental untuk melewati semua ini. Suatu saat aku percaya roda ini akan kembali berputar menjadi lebih baik, walupun aku tak tahu butuh waktu berapa lama lagi.

Tangisku sudah berhenti setelah beberapa saat, hati ku sudah tidak terlalu kacau, ketika memasuki daerah baru. Banyak sekali orang menikah selama perjalanan itu. Akuu juga ingin menikah, mempunyai anak, dan sebuah keluarga baru. Aku ingin segera bekerja dan membantu kedua orang tua ku. Atau aku ingin kembali saja ketika masa kanak-kanak saat semuanya belum terasa seruwet ini. Aku penat dengan masa sekarang ingin ku melompat maju atau mundur ke masa-masa yang kuinginkan. Tapi kusadar kehidupan memang seperti itu, harus berjalan sesuai semestinya. Aku harus melewati saat ini jika ingin melompat ke tahap selanjutnya. Mungkin di masa sekarang memang sedang sulit, tapi yaa.. memang harus dilewati.

Aku berhenti di atas jembatan yang di bawahnya terdapat anak sungai, kulihat ada kemacetan yang sangaaat panjang karena lampu lalu lintas. Kutengok jam di handphone ku cukup lama perjalanan ku saat itu hampir 2 jam padahal biasanya hanya membutuhkan 1 jam. Di sungai itu ada 4 ekor bebek, 3 ekor bebek berwarna coklat memperhatikan dengan seksama seekor bebek putih yang sedang mandi. “Ah.. segar sekali pikirku. Jadi ingin minum thai tea dingiin.”

Pikiran-pikiran ku tadi mulai tenggelam, aku mulai sibuk menyelip diantara mobil-mobil untuk mencari jalan, aku ingin buru-buru untuk segera menyesap Thai Tea dinginku.

#MenulisAdalahTerapi
 

Girl in the Rain Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos