Kenapa tiba-tiba saya nulis hal begini? Jangan kaget, saya
tidak akan membahas tentang cinta yang berhubungan dengan asmara hehe. Cinta
bertepuk sebelah tangan disini artinya dimana suatu ketika kalian sudah
mengumpulkan segalanya untuk memilih itu tetapi nyatanya ekspektasi kita tidak
sebanding dengan kenyataan yang terjadi.
Ekspektasi sebenernya jangan dipupuk terlalu banyak, karena
sejatinya kita enggak seharusnya menggantungkan segala sesuatu yang enggak
pasti. Kalau dibilang sih, jangan berharap sama ekspektasi nanti takutnya
kecewa. Kecewa itu sebenernya kenapa sih bisa hadir? Yaa, karena angan-angan
kitanya aja yang terlalu tinggi.
Nah.. saya mau berbagi pengalaman tentang cinta bertepuk
sebelah tangan yang sedang saya alami saat ini. Saya mungkin sedang loading
menuju 50%, menyesali pilihan yang saya ambil saat ini. Dulu pernah saya berpikir
untuk memutuskan berhenti dari pilihan yang saya ambil saat ini. Bukan karena
apa-apa, tapi alasan saya cukup kuat untuk berhenti. Ibaratkan saja sebagaimana
kalian membaca buku yang tidak kalian sukai dan ending dari buku itu bukan apa
yang kalian inginkan. Apakah kalian akan mengulang membaca buku itu?
“Don’t judge a book by
its cover…” dari
pernyataan ini saya 100% setuju. Saya dulu berpikir positif tentang pilihan itu
walaupun sangat terlihat dari cover sebagaimana berlawanannya penilaian baik dilihat
dari segala hal. Hingga diakhirpun, saya tidak menemukan sedikit pun ekpektasi
yang sebelumnya saya bumbu-bumbui dengan angan yang ternyata sangat oposisi
dengan kenyataan di lapangan.
Kecewa? Tentu saja. Pertanyaan yang amat retoris selanjutnya
yang akan saya ajukan yaitu, apakah saya akan mengulangi kejadian itu?
Dan jawaban saya saat itu adalah iya. Kenapa bisa begitu?
Karena Alhamdulillah saya masih punya orang-orang baik disekitar saya. Orang-orang
yang masih mau mengingatkan saya tentang kebaikan, tentang kepercayaan bahwa
suatu hal yang buruk itu bisa diubah apabila kita mau berusaha.
Tapi sampai di titik ini, ternyata semangat mereka dengan
mudahnya dikalahkan dengan energi negatif yang sebesar atom, silahkan tertawa
jika kalian menganggap saya berlebihan :D Tapi nyatanya memang begitu, perilaku
negatif nyatana lebih mudah menular daripada perilaku positif. Perilaku negatif
itu bagaikan gas karbon monoksida; tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa
tapi cepat dan mematikan ketika mulai tersebar.
Riset yang diterbitkan dalam The Journal of Applied
Psychology edisi Juni 2015 menunjukkan bahwa, perilaku kasar bisa menular seperti flu. Itu jelas karena perilaku kasar dapat dirasakan, didengar
dan dilihat oleh banyak orang. Dan jelas sekali bahwa perilaku negatif tersebut
pasti akan menular.
Nah.. sekarang kita ambil contoh perilaku negatif yang bersifat seperti
gas CO yaitu, apatis. Apatis menurut KBBI; apa·tis a acuh tidak acuh; tidak peduli; masa bodoh.
Coba kalian
tilik balik ke satu kejadian di mana satu orang mulai menujukkan sikap apatis
dan tidak ada seorangpun yang menyelamatkan satu orang tersebut. Cukup dengan
waktu keterlambatan yang tidak lama, apatis tersebut akan menular ke berbagai
orang lain.
Pertanyaannya
kenapa sikap apatis itu dapat menular? Bagi saya pribadi mungkin hal ini sesuai
dengan teori kejenuhan. Jenuh yaitu
kondisi dimana jumlah terlarut lebih banyak dibandingkan dengan pelarut.
Bayangkan saja, jika pelaku apatis lebih banyak dibandingkan dengan pelaku
aktif maka akan terjadi titik kejenuhan dimana semua komponen itu akhirnya akan
berhenti saling mempengaruhi. Jika sudah begitu mau bagaimana lagi?
Jika dilihat
ulang dari masa lalu, sebenernya perilaku negatif tersebut merupakan cerminan
terhadap apa yang telah diperolehnya pada masa lampau. Jadi, mungkin perilaku
apatis bukan suatu hal yang memang sengaja dibentuk oleh suatu individu tapi
lebih suatu sifat yang dibentuk oleh faktor lingkungan.
Tapi,
bukankah kita masih bisa melihat dari sisi positifnya? Bukankah keputusan yang
kita ambil memang harus selalu dipertanggungjawabkan. Jika melulu kita
mengikuti ego diri masing-masing, maka secara otomatis kepentingan orang
lain bahkan orang banyak bakal terlupakan. Nah.. bahkan secara tidak sadar pun
kita bisa melukai harga diri orang lain. Sederhana memang, tapi coba dilihat
dari sudut pandang orang tersebut, bayangkan bagaimana orang lain tersebut
memandang penting kalian untuk ikut andil hal yang seharusnya bisa kalian
lakukan bersama. Dan juga dilihat dari apa yang telah mereka korbankan untuk
kalian agar bisa bekerja bersama-sama.
Jadi,
kesimpulannya… perlakukan orang lain sebagaimana kamu ingin diperlakukan. Jika kita
ingin diperlakukan baik oleh orang lain cobalah untuk memperlakukan baik orang
lain dulu. Karena semua hal itu berbanding lurus dengan apa yang kita lakukan “Apa yang disemai akan dituai.”
#MenulisAdalahTerapi
