Sabtu, 01 November 2014

Stuck on You part 3

Diposting oleh Girl in the Rain di 06.39 0 komentar
“Enggak usah gugup kali, Shill. Ini pertama kalinya kamu pergi sama cowok seganteng aku ya?”
Ini memang kali pertamanya aku pergi berdua dengan cowok. Tapi bukan berarti aku enggak punya temen cowok. Aku dan Angel sering pergi berkelompok dengan teman-teman cowok kami waktu kelas satu. Dan, perlu ditegaskan aku dan Cakka pergi ke sini bukan karena ini yang ingin aku lakukan dengannya--aku dipaksa, ingat dipaksa!
Kedatangan pramusaji meyelamatkanku akan pertanyaan konyol Cakka itu. Cakka segera memesan makanannya. “Kalau kamu pesan apa Shill?”
“Aku enggak usah, deh.” dan akhirnya aku hanya memesan segelas Cappucino. “Aku masih kenyang.” Kataku berbohong. Tetapi sepertinya perutku tidak mau sejalan dengan aksi ku. Perutku malah berbunyi. Aku malu sendiri mendengarnya. Semoga saja Cakka tak menyadarinya.
Namun, Cakka malah kembali memanggil pramusaji itu. Menambah satu porsi lagi pesanan yang sama dengannya. “Tenang aja, aku yang traktir. Hitung-hitung ganti karena kamu udah traktir aku di kantin tempo hari.” Katanya sembari tersenyum.
Ketika pesanan datang, dia segera melahap pesanannya. Aku mengikutinya memakan makanan itu, dan diam-diam aku menyembunyikan senyum.
“Enak?” tanyanya.
“Sebenernya kamu udah tau kalau aku laper kan?”
“Hahaha abis perutmu bunyi dan melas sekali. Nanti selera makanku hilang lihat kamu seperti itu.” katanya dengan penuh ejekan.
“Huu dasar nyebelin! Tapi makasih Cakka.” Ucapku dengan senyum tulus. Dia hanya tersenyum dan menatapku dalam, tanpa ku ketahui maksud dari tatapan itu.

Setelah kenyang makan dan lelah berputar-putar mengelilingi mal. Cakka mengantarku pulang. Entah aku tak tau mengapa, tapi sepanjang jalan dia tidak menanyakan arah menuju rumahku hanya sekali dia bertanya saat mobil hendak berjalan dia menanyakan apakah rumahku masih yang dulu, saat aku mengangguk dia segera melajukan mobilnya hingga sampai rumahku tanpa sekalipun salah jalan.
“Makasih buat hari ini Shill.” Ucapnya saat kami sampai di depan gerbang rumahku.
“Makasih buat apa? Aku yang harusnya bilang makasih karena udah anter plus traktir aku.” Jawabku sedikit bingung.
“Ya .. makasih buat semuanya.” Ucapnya seraya tersenyum.
“Sama-sama.” Ucapku tersenyum seraya menuruni mobil.
Dia tersenyum dan segera melajukan mobilnya hingga aku melihatnya menghilang di tikungan jalan.
Aneh. Dasar aneh, kenapa ada manusia yang punya dua kepribadian kayak gitu. Bentar-bentar ngeselin nanti udah berubah lagi jadi sosok yang perhatian. Ah, entahlah. Kenapa juga aku mikirin dia.

***
               
                Hari Sabtu seperti biasa sekolahku pulang lebih awal, hampir saja aku lupa kalau hari ini adalah hari di mana aku, Angel, Cakka, dan lain-lainnya harus menyelesaikan tugas sejarah kami. Kami berangkat menuju rumah Sivia yang tak terlalu jauh dari sekolah bersamaan--tepatnya  aku berangkat mengendarai mobil Cakka bersama Angel. Cowok itu sendiri yang menawarkan, karena hari ini mobil Angel sedang di bengkel.
                Kami sebenarnya sudah berusaha untuk mengerjakannya dengan cepat, agar selesainya tidak kemalaman tapi tetap saja akhirnya kami baru selesai sekitar pukul 7. Angel di jemput oleh sopirnya, sebenernya aku mau ikut dengannya tapi tiba-tiba Cakka menyela.
                “Shilla bareng aku aja Ngel.” Aku baru saja ingin menyela keputusan sepihak itu, tetapi ...
                “Okedeh, Ka. Aku titip Shilla ya, jagain tuh.” Sial, kenapa sih Angel selalu saja berpihak pada Cakka di saat keadaan seperti ini. Ngeselin banget. Aku kan males barengan sama cowok aneh ini.
                Kemudian Angel pergi meninggalkan kami, aku sudah tak bisa berbuat apa-apa. Aku hanya bisa mengikuti Cakka menuju mobilnya.
               
                Aku sedikit canggung dengan Cakka jika berdua saja dengannya, rasanya dia seperti orang asing walaupun sebenarnya akhir-akhir ini kami sering debat lewat chatt yang sering kami kirimkan. Kami sering adu pendapat dan bertarung menjadi yang paling unggul.
                Dan aku paling enggak bisa ngalahin sikapnya yang keras kepala itu, jadilah selalu aku yang mengalah dalam perdebatan kami. Sebenernya dia enggak keras kepala banget sih, malah dia kadang-kadang bisa jadi penghibur kalau lagi badmood. Dia itu bisa berubah-ubah setiap saat, entah aku juga tidak tahu kenapa bisa seperti itu.

                Sepanjang jalan dia tak pernah angkat bicara, sedangkan aku bukanlah tipe orang yang bisa memulai pembicaraan, aku lebih suka menunggu orang menyapa ku dulu. Aku lebih memilih memandang jendela, hingga akhirnya aku tak ingat apa yang terjadi setelah itu.

                Aku membuka mataku perlahan, dan mulai sadar di mana aku berada; di mobil. Ternyata selama perjalanan tadi aku ketiduran. Kulihat Cakka sudah tak berada di kursi samping, namun samar-samar kulihat bayangan seseorang di depan mobil. Aku keluar dari mobil dan menghampirinya.
                “Kok kamu enggak bangunin aku sih? Udah berapa lama kita nunggu di sini?”
                “Abis kamu tidurnya nyenyak banget, belum lama kok paling baru lima menitan.”
Aku mengangguk samar. “Yaudah kalau gitu .. kamu mau masuk dulu apa langsung balik?”
                “Aku langsung pulang aja deh,”
                “Oh yaudah, maaf kalau nunggu kelamaan. Habis kamu juga sih enggak bangunin aku, besok-besok kalau aku ketiduran teriakin aja, emang susah sih kalau dibangunin hehehe.” Jawabku mulai ngaco.
                “Oh jadi itu alasannya kenapa kamu sering telat ya? Well, aku akan menepati permintaan mu dan jangan nyesel.” Katanya sambil tertawa.
Aku hanya bersungut-sungut dikatai seperti itu. Aku segera pergi meninggalkannya yang masih tertawa terpingkal-pingkal. “Shill jangan marah! Aku bercanda kok. Shill!” katanya panik setelah derai tawanya berhenti. Haha yes, kali ini aku menang. Aku tersenyum samar dan membalikkan tubuh pura-pura memasang wajah marah.
“Shill jangan marah oke? Aku bercanda kok.” Katanya lagi. Kali ini aku tak bisa menahan senyum puasku dan akhirnya tertawa karena melihat ekspresi aneh itu di wajah Cakka. Ternyata mudah mengalahkan Cakka, dia enggak tahan kalau aku marah sama dia. Oke ini cukup berhasil.

**

                Perdebatan ku dengan Cakka terus berlanjut hingga kini. Aku memang tak pernah menang jika adu pendapat dengannya, tapi ini tidak aneh karena dia jago debat. Yang aneh adalah sepanjang pengalamanku aku enggak pernah nunjukin sikap keras kepalaku kepada siapapun, tapi entah dengan Cakka aku bisa jadi diri ku sebenarnya.
                Selama ini aku hanya berusaha untuk terus bersikap baik dan setidaknya baik di mata orang lain. Aku bersikap manis dan sopan, dan semua hal yang menurutku baik. Hal ini semata-mata agar aku dipandang baik oleh orang-orang di sekitarku; untuk menjaga image ku.
Enggak banyak orang yang tau kalau sebenarnya aku ini tipe orang yang enggak suka basa-basi orang yang to the point, enggak bisa ngatur emosi, dan sedikit keras kepala. Hanya keluarga dan teman-teman dekatku yang mengerti sikapku ini.
                Sedangkan Cakka? Bukankah dia termasuk orang baru dalam kehidupanku sekarang? Ya .. memang ia teman kecilku, tapikan itu duluu sekali. Aku bahkan sudah tidak terlalu mengingat tentang kenangan masa lalu itu.
                Dan salah satu kejailannya ada pada chatt kami yang terakhir. Dia berhasil mengerjaiku, dasar manusia absurd.
Cakka : Shill belum tidur?
Shilla : Udah.
Aku membalas pesannya singkat. Ini anak aneh banget sih, ya belum lah baru saja aku mengganti PM ku masak iya aku ganti sambil merem. Memang sih ini sudah lewat jam 12 malam, tapi entah aku tidak bisa tidur.
Cakka : Kalau udah tidur kok bisa bales?
Shilla : Udah tau nanya, tadikan aku baru ganti pm masa iya sambil merem. Aneh!
Cakka : Galak banget
Shilla : Biarin :p
Cakka : Yaudah G’nite. Sweet dream.
Shilla : Nite
Cakka : Shill..
Shilla: ?
Cakka : ucapin Happy B’day
Shilla : Kamu ulang tahun?
Cakka : Ya
Hah emang bener dia ulang tahun? Aku sempat bingung tanggal berapa hari itu, tapi tetap saja aku membalas chatt-nya.
Shilla : Happy Birthday.
Shilla : Kamu serius?
Cakka : bercanda, enggak serius
Shilla : Dasar kurang kerjaan.
Cakka : Maaf..
Cakka : Shill bercanda tau, kok gitu sih. Maaf

                Begitulah aku enggak ngerti kenapa, tapi setiap kali berkirim chatt dengannya rasanya aku seperti punya moodbooster. Tapi entah aku belum bisa mendefinisikan perasaan apa yang sedang kurasakan ini.
               
                Sedangkan di sekolah sikap ku seratus delapan puluh derajad dari aku yang sedang berkirim pesan dengan Cakka. Aku enggak bisa jadi diri aku sendiri di sini. Aku masih tidak kuasa setiap kali melihat tatapan sinis dan gosipan anak-anak yang selalu memojokkan itu. Sehingga di sekolah aku cenderung menghindar dari Cakka.
                Aku enggak bisa membaca wajah Cakka setiap kali aku mencoba menghindarinya, seperti ada raut kecewa dan marah di wajahnya. Jarak ku dengannya menjadi semakin jauh, selain bercakapan panjang kami dalam chatting.
                Hingga suatu hari Cakka mengirim pesan kepadaku.
Cakka : Shill, kamu kenapa sih kalau di sekolah ngehindarin aku?
Shilla : ha? Iya kah? Enggak kok.
Itu jawaban terbodoh yang pernah aku temukan. Jelas saja jika aku membalas seperti itu, bukannya malah aku menutupi kesalahanku malah aku membuka lebar-lebar hal itu. Dasar bodoh, dan aku menyesalinya.
Cakka : Gak Shill, aku tau bgt kamu ngehindarin aku. Aku minta maaf kalau aku punya salah sama kamu.
Shilla : Enggak, kamu enggk ada salah kok sma aku.
Cakka : Yudah deh, maaf kalau selama ini aku buat kmu jdi gak nyaman krn sering gangguin kmu. Tapi, aku punya satu permintaan.
Loh kok jadi kayak gini sih, apa aku terlalu berlebihan ngehindarinya? Ya ampun aku jadi merinding sendiri membaca pesannya yang tiba-tiba serius begitu.
Shilla : Maaf. Apa?
Cakka : Nanti malam jam 8 aku jemput kamu buat dinner, jgn lupa dandan yg rapi J
Shilla : mm.. ya deh. Aku jg minta maaf Ka kalau buat kamu enggak enak.
Cakka : No problem.
                Jawaban singkatnya yang terkesan dingin itu, malah membuatku sedikit takut. Sebenarnya apa yang bakal dia lakukan. Kenapa dia berubah menjadi sosok yang dingin lagi. Bersambung

Stuck on You part 4
 

Girl in the Rain Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos