“Enggak usah gugup kali, Shill. Ini pertama kalinya kamu pergi sama
cowok seganteng aku ya?”
Ini memang kali pertamanya aku pergi berdua dengan cowok. Tapi bukan
berarti aku enggak punya temen cowok. Aku dan Angel sering pergi berkelompok
dengan teman-teman cowok kami waktu kelas satu. Dan, perlu ditegaskan aku dan
Cakka pergi ke sini bukan karena ini yang ingin aku lakukan dengannya--aku
dipaksa, ingat dipaksa!
Kedatangan pramusaji meyelamatkanku akan pertanyaan konyol Cakka itu.
Cakka segera memesan makanannya. “Kalau kamu pesan apa Shill?”
“Aku enggak usah, deh.” dan akhirnya aku hanya memesan segelas
Cappucino. “Aku masih kenyang.” Kataku berbohong. Tetapi sepertinya perutku
tidak mau sejalan dengan aksi ku. Perutku malah berbunyi. Aku malu sendiri
mendengarnya. Semoga saja Cakka tak menyadarinya.
Namun, Cakka malah kembali memanggil pramusaji itu. Menambah satu porsi
lagi pesanan yang sama dengannya. “Tenang aja, aku yang traktir. Hitung-hitung
ganti karena kamu udah traktir aku di kantin tempo hari.” Katanya sembari
tersenyum.
Ketika pesanan datang, dia segera melahap pesanannya. Aku mengikutinya
memakan makanan itu, dan diam-diam aku menyembunyikan senyum.
“Enak?” tanyanya.
“Sebenernya kamu udah tau kalau aku laper kan?”
“Hahaha abis perutmu bunyi dan melas sekali. Nanti selera makanku
hilang lihat kamu seperti itu.” katanya dengan penuh ejekan.
“Huu dasar nyebelin! Tapi makasih Cakka.” Ucapku dengan senyum tulus.
Dia hanya tersenyum dan menatapku dalam, tanpa ku ketahui maksud dari tatapan
itu.
Setelah kenyang makan dan lelah berputar-putar mengelilingi mal. Cakka mengantarku
pulang. Entah aku tak tau mengapa, tapi sepanjang jalan dia tidak menanyakan
arah menuju rumahku hanya sekali dia bertanya saat mobil hendak berjalan dia
menanyakan apakah rumahku masih yang dulu, saat aku mengangguk dia segera
melajukan mobilnya hingga sampai rumahku tanpa sekalipun salah jalan.
“Makasih buat hari ini Shill.” Ucapnya saat kami sampai di depan
gerbang rumahku.
“Makasih buat apa? Aku yang harusnya bilang makasih karena udah anter
plus traktir aku.” Jawabku sedikit bingung.
“Ya .. makasih buat semuanya.” Ucapnya seraya tersenyum.
“Sama-sama.” Ucapku tersenyum seraya menuruni mobil.
Dia tersenyum dan segera melajukan mobilnya hingga aku melihatnya
menghilang di tikungan jalan.
Aneh. Dasar aneh, kenapa ada manusia yang punya dua kepribadian kayak
gitu. Bentar-bentar ngeselin nanti udah berubah lagi jadi sosok yang perhatian.
Ah, entahlah. Kenapa juga aku mikirin dia.
***
Hari Sabtu seperti biasa
sekolahku pulang lebih awal, hampir saja aku lupa kalau hari ini adalah hari di
mana aku, Angel, Cakka, dan lain-lainnya harus menyelesaikan tugas sejarah
kami. Kami berangkat menuju rumah Sivia yang tak terlalu jauh dari sekolah
bersamaan--tepatnya aku berangkat
mengendarai mobil Cakka bersama Angel. Cowok itu sendiri yang menawarkan, karena
hari ini mobil Angel sedang di bengkel.
Kami sebenarnya sudah berusaha
untuk mengerjakannya dengan cepat, agar selesainya tidak kemalaman tapi tetap
saja akhirnya kami baru selesai sekitar pukul 7. Angel di jemput oleh sopirnya,
sebenernya aku mau ikut dengannya tapi tiba-tiba Cakka menyela.
“Shilla bareng aku aja Ngel.”
Aku baru saja ingin menyela keputusan sepihak itu, tetapi ...
“Okedeh, Ka. Aku titip Shilla
ya, jagain tuh.” Sial, kenapa sih Angel selalu saja berpihak pada Cakka di saat
keadaan seperti ini. Ngeselin banget. Aku kan males barengan sama cowok aneh
ini.
Kemudian Angel pergi
meninggalkan kami, aku sudah tak bisa berbuat apa-apa. Aku hanya bisa mengikuti
Cakka menuju mobilnya.
Aku sedikit canggung dengan
Cakka jika berdua saja dengannya, rasanya dia seperti orang asing walaupun
sebenarnya akhir-akhir ini kami sering debat lewat chatt yang sering kami kirimkan. Kami sering adu pendapat dan
bertarung menjadi yang paling unggul.
Dan aku paling enggak bisa
ngalahin sikapnya yang keras kepala itu, jadilah selalu aku yang mengalah dalam
perdebatan kami. Sebenernya dia enggak keras kepala banget sih, malah dia
kadang-kadang bisa jadi penghibur kalau lagi badmood. Dia itu bisa berubah-ubah setiap saat, entah aku juga
tidak tahu kenapa bisa seperti itu.
Sepanjang jalan dia tak pernah
angkat bicara, sedangkan aku bukanlah tipe orang yang bisa memulai pembicaraan,
aku lebih suka menunggu orang menyapa ku dulu. Aku lebih memilih memandang
jendela, hingga akhirnya aku tak ingat apa yang terjadi setelah itu.
Aku membuka mataku perlahan, dan
mulai sadar di mana aku berada; di mobil. Ternyata selama perjalanan tadi aku ketiduran.
Kulihat Cakka sudah tak berada di kursi samping, namun samar-samar kulihat
bayangan seseorang di depan mobil. Aku keluar dari mobil dan menghampirinya.
“Kok kamu enggak bangunin aku
sih? Udah berapa lama kita nunggu di sini?”
“Abis kamu tidurnya nyenyak
banget, belum lama kok paling baru lima menitan.”
Aku
mengangguk samar. “Yaudah kalau gitu .. kamu mau masuk dulu apa langsung
balik?”
“Aku langsung pulang aja deh,”
“Oh yaudah, maaf kalau nunggu
kelamaan. Habis kamu juga sih enggak bangunin aku, besok-besok kalau aku
ketiduran teriakin aja, emang susah sih kalau dibangunin hehehe.” Jawabku mulai
ngaco.
“Oh jadi itu alasannya kenapa
kamu sering telat ya? Well, aku akan
menepati permintaan mu dan jangan nyesel.” Katanya sambil tertawa.
Aku hanya
bersungut-sungut dikatai seperti itu. Aku segera pergi meninggalkannya yang
masih tertawa terpingkal-pingkal. “Shill jangan marah! Aku bercanda kok.
Shill!” katanya panik setelah derai tawanya berhenti. Haha yes, kali ini aku menang. Aku tersenyum samar dan membalikkan tubuh
pura-pura memasang wajah marah.
“Shill jangan marah oke? Aku bercanda kok.” Katanya lagi. Kali ini aku
tak bisa menahan senyum puasku dan akhirnya tertawa karena melihat ekspresi aneh
itu di wajah Cakka. Ternyata mudah mengalahkan Cakka, dia enggak tahan kalau
aku marah sama dia. Oke ini cukup berhasil.
**
Perdebatan ku dengan Cakka terus
berlanjut hingga kini. Aku memang tak pernah menang jika adu pendapat
dengannya, tapi ini tidak aneh karena dia jago debat. Yang aneh adalah
sepanjang pengalamanku aku enggak pernah nunjukin sikap keras kepalaku kepada
siapapun, tapi entah dengan Cakka aku bisa jadi diri ku sebenarnya.
Selama ini aku hanya berusaha
untuk terus bersikap baik dan setidaknya baik di mata orang lain. Aku bersikap
manis dan sopan, dan semua hal yang menurutku baik. Hal ini semata-mata agar
aku dipandang baik oleh orang-orang di sekitarku; untuk menjaga image ku.
Enggak banyak orang yang tau kalau sebenarnya aku ini tipe orang yang
enggak suka basa-basi orang yang to the
point, enggak bisa ngatur emosi, dan sedikit keras kepala. Hanya keluarga
dan teman-teman dekatku yang mengerti sikapku ini.
Sedangkan Cakka? Bukankah dia
termasuk orang baru dalam kehidupanku sekarang? Ya .. memang ia teman kecilku,
tapikan itu duluu sekali. Aku bahkan sudah tidak terlalu mengingat tentang
kenangan masa lalu itu.
Dan salah satu kejailannya ada
pada chatt kami yang terakhir. Dia berhasil mengerjaiku, dasar manusia absurd.
Cakka : Shill belum tidur?
Shilla : Udah.
Aku membalas
pesannya singkat. Ini anak aneh banget sih, ya belum lah baru saja aku
mengganti PM ku masak iya aku ganti sambil merem. Memang sih ini sudah lewat
jam 12 malam, tapi entah aku tidak bisa tidur.
Cakka : Kalau udah tidur kok
bisa bales?
Shilla : Udah tau nanya, tadikan aku baru ganti pm masa iya
sambil merem. Aneh!
Cakka : Galak banget
Shilla : Biarin :p
Cakka : Yaudah G’nite. Sweet dream.
Shilla : Nite
Cakka : Shill..
Shilla: ?
Cakka : ucapin Happy B’day
Shilla : Kamu ulang tahun?
Cakka : Ya
Hah emang
bener dia ulang tahun? Aku sempat bingung tanggal berapa hari itu, tapi tetap
saja aku membalas chatt-nya.
Shilla : Happy Birthday.
Shilla : Kamu serius?
Cakka : bercanda, enggak serius
Shilla : Dasar kurang kerjaan.
Cakka : Maaf..
Cakka : Shill bercanda tau, kok gitu sih. Maaf
Begitulah aku enggak ngerti
kenapa, tapi setiap kali berkirim chatt
dengannya rasanya aku seperti punya moodbooster.
Tapi entah aku belum bisa mendefinisikan perasaan apa yang sedang kurasakan
ini.
Sedangkan di sekolah sikap ku
seratus delapan puluh derajad dari aku yang sedang berkirim pesan dengan Cakka.
Aku enggak bisa jadi diri aku sendiri di sini. Aku masih tidak kuasa setiap
kali melihat tatapan sinis dan gosipan anak-anak yang selalu memojokkan itu.
Sehingga di sekolah aku cenderung menghindar dari Cakka.
Aku enggak bisa membaca wajah
Cakka setiap kali aku mencoba menghindarinya, seperti ada raut kecewa dan marah
di wajahnya. Jarak ku dengannya menjadi semakin jauh, selain bercakapan panjang
kami dalam chatting.
Hingga suatu hari Cakka mengirim
pesan kepadaku.
Cakka : Shill, kamu kenapa sih kalau di sekolah ngehindarin aku?
Shilla : ha? Iya kah? Enggak kok.
Itu jawaban
terbodoh yang pernah aku temukan. Jelas saja jika aku membalas seperti itu,
bukannya malah aku menutupi kesalahanku malah aku membuka lebar-lebar hal itu.
Dasar bodoh, dan aku menyesalinya.
Cakka : Gak Shill, aku tau bgt kamu ngehindarin aku. Aku minta
maaf kalau aku punya salah sama kamu.
Shilla : Enggak, kamu enggk ada salah kok sma aku.
Cakka : Yudah deh, maaf kalau selama ini aku buat kmu jdi gak
nyaman krn sering gangguin kmu. Tapi, aku punya satu permintaan.
Loh kok jadi
kayak gini sih, apa aku terlalu berlebihan ngehindarinya? Ya ampun aku jadi
merinding sendiri membaca pesannya yang tiba-tiba serius begitu.
Shilla : Maaf. Apa?
Cakka : Nanti malam jam 8 aku jemput kamu buat dinner, jgn lupa dandan yg rapi J
Shilla : mm.. ya deh. Aku jg minta maaf Ka kalau buat kamu
enggak enak.
Cakka : No problem.
Jawaban singkatnya yang terkesan dingin itu, malah
membuatku sedikit takut. Sebenarnya apa yang bakal dia lakukan. Kenapa dia
berubah menjadi sosok yang dingin lagi. BersambungStuck on You part 4